Jum'at, 19/04/2024 19:29 WIB

Anggota DPR: Pembatasan Pengguna BBM Bersubsidi Diperlukan untuk Atur Kuota

Perlu pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan mewah dan kendaraan dinas. Bila tidak, maka diperkirakan kuota BBM bersubsidi yang ada akan “jebol”, dan ini akan merugikan keuangan Pemerintah dan makin menguras anggaran negara.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (Foto: Azka/Man)

Jakarta, Jurnas.com - Revisi Perpres No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sebaiknya mencantumkan dengan jelas larangan penggunaan BBM bersubsidi oleh kendaraan mewah dan kendaraan dinas.

Bukan tanpa alasan, menurut anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, hal itu perlu dilakukan agar kuota BBM bersubsidi tidak jebol dan penyaluran subsidi lebih tepat sasaran.

"Perlu pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan mewah dan kendaraan dinas. Bila tidak, maka diperkirakan kuota BBM bersubsidi yang ada akan “jebol”, dan ini akan merugikan keuangan Pemerintah dan makin menguras anggaran negara," terang Wakil Ketua Fraksi PKS tersebut dalam keterangan resmi, Rabu (1/6).

Mulyanto setuju dalam rangka pembatasan dan pengawasan, didorong pembayaran yang bersifat non tunai, misalnya menggunakan aplikasi MyPertamina.

“Pengalaman dengan aplikasi Peduli Lindungi dalam penanganan Covid-19 memperlihatkan hasil yang positif. Tentu saja implementasinya dilaksanakan secara bertahap dimulai dari daerah-daerah yang siap,” terangnya.

Menurut Mulyanto, dari data yang disampaikan Pertamina, terjadi peningkatan volume Pertalite sebesar 14 persen setelah adanya kenaikan harga Pertamax per 01 April 2022.

Pada saat yang sama, terjadi penurunan volume penjualan Pertamax sebesar 26 persen.  Karenanya ditengarai terjadi migrasi pelanggan Pertamax menjadi pelanggan Pertalite.

“Hal ini disebabkan, karena terjadinya recovery pertumbuhan ekonomi, yang meningkatkan mobilitas masyarakat dan kebutuhan BBM. Namun demikian, karena daya beli masyarakat yang belum pulih benar, dan disparitas harga BBM subsidi dan BBM non-subsidi yang cukup lebar, menyebabkan terjadi migrasi pengguna BBM non-subsidi menjadi pengguna BBM bersubsidi,” terang Mulyanto.

Antisipasi Pemerintah yang didukung DPR RI untuk menaikan kuota BBM bersubsidi baik Solar maupun Pertalite telah disepakati. Dimana kuota baru Pertalite menjadi sebesar 25,35 Juta KL (naik 10 persen dari kuota awal).

“Namun kuota ini hanya akan cukup mengcover kenaikan volume Pertalite yang sebesar 14 persen, kalau dilaksanakan pembatasan segmentasi Pertalite yang lebih ketat,” tandasnya.

Untuk diketahui, DPR RI telah menyetujui tambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan LPG untuk tahun 2022 sebesar 266.6 triliun Rupiah.  Tambahan anggaran ini diberikan kepada Pertamina, karena terjadi perubahan asumsi harga ICP (Indonesian Crude Price) dalam APBN 2022, dari sebelumnya sebesar $63 USD/barel menjadi $100 USD/barel.

Dengan demikian total anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan LPG untuk tahun 2022 menjadi sebesar 362.5 triliun Rupiah.

Bila pembatasan pengguna BBM bersubsidi tidak dilakukan, dikhawatirkan kuota BBM bersubsidi yang ada akan dilampaui dan ini akan menambah berat beban keuangan negara.

Diinformasikan aplikasi MyPertamina sampai saat ini telah diundurh oleh sebanyak 21 juta orang, sementara pelanggan Pertamina sebanyak 35 juta orang.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII Mulyanto BBM subsidi PKS




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :