Rabu, 24/04/2024 04:54 WIB

Anggota DPR Tak Sepakat Ojek Online Masuk RUU LLAJ, Ada Apa?

Sepeda motor sebagai transportasi umum ini memang tidak diatur dalam Undang-Undang, dan memang sebaiknya tidak menjadi transportasi umum.

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sudewo. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi V DPR RI Sudewo ST MT mengingatkan, semua pihak untuk kembali pada aturan yang ada terkait keberadaan sepeda motor sebagai sarana transportasi umum. Hal itu sejalan dengan pembahasan revisi Undang Undang 22/2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ).

"Sepeda motor sebagai transportasi umum ini memang tidak diatur dalam Undang-Undang, dan memang sebaiknya tidak menjadi transportasi umum," terang Sudewo kepada wartawan, Senin (30/5).

Menurut dia, sepeda motor sebagai transportasi umum sangat rawan terjadinya kecelakaan. Hal itu juga sebenarnya diakui semua pihak. Apalagi, survei membuktikan bahwa angka kecelakaan dari sepeda motor sebagai transportasi umum mencapai 80 persen.

Belum lagi data dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Termasuk data dalam hal ini Korlantas Polri. Publik juga mengakui sebagaimana disampaikan pakar hingga akademisi kepada Komisi V DPR RI.

"Sepeda motor itu rawan terjadinya kecelakaan, itu hasil survei. Bahwa kecelakaan selama ini 80 pesen karena sepeda motor. Sangat tidak layak kalau sepeda motor menjadi kendaraan umum untuk transportasi," jelas Sudewo.

Secara pribadi, Politikus Gerindra ini tidak sependapat keberadaan ojek online dimasukkan dalam RUU LLAJ. Kalau pun dipaksa masuk, sebenarnya cukup dengan melalui peraturan pemerintah dan atau melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub).

"Lebih baik dilakukan amandemen, sedikit-sedikit saja amandemen, misalnya berupa Peraturan Menteri Perhubungan untuk mengakomodir semua dinamika yang ada. Jadi tidak perlu dilakukan revisi. Saya secara pribadi dan Fraksi Gerindra tidak sependapat dan tidak mendukung dilakukan revisi," ucapnya.

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah III itu menambahkan, pada pekan lalu Komisi V DPR telah mendengarkan masukan dari pakar dan akademisi. Masukan juga datang dari kelompok masyarakat yang konsen terhadap masalah transportasi.

Seperti halnya pandangan fraksinya, mereka juga berpendapat serupa. Bahwa ojek online tidak masuk dalam kategori angkutan atau transportasi umum.

"Mengakomodir itu cukup dengan peraturan, tidak harus melalui revisi UU LLAJ. Karena soal ojek online ini banyak aspek, dari kelayakan sepeda motor sebagai transportasi umum, tingkat kepatuhan perusahaan aplikator, jam kerja driver, kesejahteraan driver dan syarat-syarat lain yang seharusnya dipenuhi," demikian Sudewo.

Sejauh ini, legalitas ojek sebagai transportasi umum memang belum ada kepastian. Apalagi belum satu pun aturan yang menjadi payung hukumnya. Akomodasi aksi driver ojol selanjutnya dipayungi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019.

PM 12 tahun 2019 sendiri mengatur tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat. Hingga kini aturan ini masih menjadi acuan untuk operasional ojek di tengah masyarakat, namun tak ada poin yang menyebutkan ojek menjadi angkutan umum di sana.

Bagaimana kelanjutan `kisahnya`?

Pembahasan Revisi Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI tahun ini akan menentukan `nasib` ojek online.

Revisi UU LLAJ ditargetkan rampung pada tahun ini. Adapun pembahasannya dilaksanakan DPR RI melalui Komisi V yang membidangi masalah transportasi.

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi V Sudewo RUU LLAJ kecelakaan transportasi ojek online




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :