Rabu, 24/04/2024 17:01 WIB

Kepala BKKBN: Persoalan Stunting NTT PR Bersama

 NTT memiliki 15 kabupaten berkategori merah. Pelabelan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Anak-anak NTT terlihat sedang senyum. (Foto: Humas BKKBN)

JAKARTA, Jurnas.com - Nusa Tenggara Timur (NTT) salah satu dari 12 provinsi prioritas dengan prevalensi stunting tertinggi, yang menjadi fokus utama dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, jika semua aspek dari hulu hingga hilir terkait potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.

"Saya yakin dengan fokus kepada konvergensi tingkat desa sangat menentukan penerimaan paket manfaat kepada keluarga beresiko stunting," kata Hasto dalam keterangannya diterima Jurnas.com, Jumat (4/3).

Menurut Hasto, persoalan stunting yang ada di masyarakat bukan hanya urusan pemerintah atau pemangku kepentingan belaka. Namun, persoalan bangsa yang harus dituntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan," kata Hasto.

BKKBN menggencarkan program percepatan penurunan stunting bersama kolaborasi Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Bappenas.

Seperti diketahui, ecenderungan rata-rata penurunan stunting di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2019 berkisar 0,3 persen. Sementara target penurunan stunting dari tahun 2020 hingga 2024 harus berkisar di angka 2,5 persen.

"Angka stunting 14 persen yang menjadi target nasional di 2024 diyakini akan tercapai termasuk kontribusi dari NTT," ujar mantan bupati Kulon Progo itu.

Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 NTT memiliki 15 kabupaten berkategori merah. Pelabelan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Kelimabelas kabupaten tersebut yakni Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka, bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen.

Lima kabupaten di NTT masuk ke dalam 10 besar daerah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air. Ke lima kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan di urutan pertama, Timor Tengah Utara di posisi ke dua, Alor di peringkat ke-lima, Sumba Barat Daya di rangking ke-enam, serta Manggarai Timur di posisi 8 dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting.

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

Sebagai informasi, BKKBN menggelar sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Kupang Jumat, (4/3). Kegiatan serupa sudah terlebih dahulu digelar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tujuan dari RAN PASTI ini adalah untuk memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah.

KEYWORD :

RAN PASTI Hasto Wardoyo Stunting NTT Nusa Tenggara Timur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :