Kamis, 25/04/2024 20:41 WIB

Produksi Biofuel Disebut Ganggu Kestabilan Pasokan Minyak Goreng

Sepanjang 2021, harga CPO internasional naik 36,3 persen dibandingkan 2020 dan hingga Januari 2022, sudah mencapai Rp15.000 per kilogram.

Ilustrasi pedagang minyak goreng (Foto: Suara.com)

JAKARTA, Jurnas.com - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, meningkatnya permintaan global akan bahan bakar nabati atau biofuel berbasis minyak sawit berpotensi mengurangi pasokan crude palm oil/CPO untuk produksi minyak goreng di Indonesia.

"Adanya peningkatan pangsa produksi CPO untuk bahan bakar nabati sebesar 24 persen dari 2019 hingga 2020 diikuti dengan penurunan pangsa CPO yang diolah menjadi komoditas pangan seperti minyak goreng di Indonesia akan menyebabkan kelangkaan," jelas Peneliti CIPS, Nisrina Nafisah, dalam keterangannya diterima Jurnas.com, Senin (7/2).

Minyak goreng di Indonesia umumnya dihasilkan dari CPO yang harganya berkorelasi langsung dengan harga CPO internasional. Sepanjang 2021, harga CPO internasional naik 36,3 persen dibandingkan 2020 dan hingga Januari 2022, sudah mencapai Rp15.000 per kilogram.

Tingginya harga tersebut, kata Nisrina disebabkan oleh kekurangan pasokan di tengah meningkatnya permintaan di banyak bagian dunia karena belum pulihnya ekonomi akibat gelombang kedua COVID-19.

Nisrina mengatakan, produksi CPO di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan sejak 2019. Produksi kembali di 2021 sebesar 0,9 persen menjadi 46,89 juta ton.

"Laporan Outlook 2022 Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) menunjukkan stok akhir CPO di Indonesia tahun 2021 berada di bawah tingkat rata-rata 4 juta ton," jelasnya.

Data kebutuhan CPO untuk produksi biofuel dapat dilihat dari jumlah konsumsi CPO untuk biofuel. Antara 2019-2021, produksi CPO untuk biofuel meningkat dari 5,83 juta ton menjadi 7,38 juta ton.

Jumlah tersebut diperkirakan meningkat pada 2022 seiring dengan meningkatnya konsumsi biodiesel yang diperkirakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berjumlah 8,83 juta ton.

Penelitian CIPS mengusulkan pemerintah fokus kepada kebijakan terkait input pertanian, terutama pupuk bersubsidi, dengan memperbaiki mekanisme penebusan melalui Kartu Tani, dengan target penerapan secara nasional pada 024, untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit.

Ia mengatakan, adopsi Kartu Tani oleh petani berjalan sangat lambat. Pada 2020, baru 6,20 juta kartu yang sudah dibagikan padahal jumlah petani yang seharusnya menerima kartu ini di e-RDKK ada sebanyak 13,90 juta. Kartu yang sudah digunakan pun baru mencapai 1,20 juta saja.

Untuk jangka panjang, kata Nisrina, pemerintah perlu merancang mekanisme evaluasi pemberian subsidi, menetapkan indikator kelulusan seorang petani atau suatu wilayah penerima subsidi, serta menargetkan batas waktu pencabutan subsidi.

"Namun hal ini mensyaratkan data pertanian yang akurat yang selalu diperbarui untuk memonitor pendapatan dan harga-harga di tingkat petani. Tidak kalah penting, kebijakan di sisi suplai turut diperlukan untuk meningkatkan kompetisi antarprodusen pupuk dan memastikan harga pupuk yang terjangkau berdasarkan mekanisme pasar," tegasnya.

KEYWORD :

produksi biofuel kelapa sawit minyak goreng ahan bakar nabati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :