Kamis, 25/04/2024 11:41 WIB

Anggota DPR Minta Pemerintah Revisi Permen ESDM untuk Perkuat Kebijakan DMO

Mulyanto menambahkan terkait batu bara dengan spesifikasi kalori lebih rendah atau lebih tinggi diluar dari kebutuhan PLN tetap dikenakan kewajiban DMO secara konsisten. Jangan dibiarkan.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta Pemerintah membentuk badan pengelola khusus batu bara. Hal itu bertujuan untuk menegakan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) dan meningkatkan penerimaan negara dari komoditas batu bara.

Menurutnya, lembaga tersebut nantinya bertugas mengelola batubara DMO dengan fungsi menerima seluruh jenis batu bara DMO dari seluruh perusahaan tambang; menyalurkan batu bara sesuai jenis dan kalori yang dibutuhkan PLN; dan mengelola kelebihan sisa batu bara DMO yang tidak dibutuhkan PLN.

Dengan kehadiran lembaga ini diharapkan batu bara untuk keperluan PLN terpenuhi dengan harga yang stabil terjangkau, serta kelebihan batubara DMO dapat dikelola untuk meningkatkan penerimaan negara.

"Sekarang ini terkesan Pemerintah plin-plan dalam menegakkan kebijakan pelarangan ekspor batubara. Terbukti beberapa waktu lalu dibuat aturan pelarangan ekspor tapi baru berjalan tiga hari aturan tersebut sudah dicabut lagi. Juga terhadap batubara di luar spesifikasi kalori PLN bebas diekspor.  Ini menimbulkan ketidakadilan. Pemerintah harusnya bersikap tegas, adil dan konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan DMO berdasarkan UU No. 3/2020 tentang Minerba itu. Karena itu perlu dibentuk lembaga pengelola batubara DMO, agar optimal," kata Mulyanto, Kamis (25/1).

Mulyanto menambahkan terkait batu bara dengan spesifikasi kalori lebih rendah atau lebih tinggi diluar dari kebutuhan PLN tetap dikenakan kewajiban DMO secara konsisten. Jangan dibiarkan.

"Jadi bagus kalau pemerintah membentuk badan khusus yang mengelola batubara DMO yang tidak diserap PLN, baik karena kelebihan demand (over demand) atau karena di luar spesifikasi teknis kebutuhan PLN ini.  Hal tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara dari komoditas batu bara.

Konsep ini lebih adil bagi seluruh pengusaha batubara, sementara kewajiban DMO, baik dari segi kuota (25 persen produksi) maupun harga (USD $70 /ton) tetap berlaku.  Tidak seperti usulan tentang BLU yang menghapus kewajiban kuota DMO dan menerapkan harga pasar," jelas Mulyanto.

Selain itu, menurut Mulyanto, sanksi bagi pelanggar ekspor batu bara ini kurang tegas juga pembayaran fee kompensasi bagi pelanggar DMO dianggap terlalu ringan. Bagi pengusaha nakal, logikanya, mendingan membayar kompensasi yang tidak seberapa dan memaksimalkan keuntungan melalui ekspor saat harga tinggi.

"Jadi, soalnya di besaran dana kompensasi ini, yang mengakibatkan kebijakan DMO tidak efektif, masih cenderung dilanggar oleh pengusaha nakal.  Harusnya besaran kompensasi tersebut proporsional dengan harga batubara internasional, sehingga tidak ada merit bagi pengusaha nakal untuk tetap membandel mengekspor kuota DMO-nya.”

“Trik lain pengusaha nakal untuk memaksimalkan profit, namun menyebabkan kelangkaan batubara PLN adalah dengan memenuhi kuota DMO sekaligus saat harga batubara murah, lalu memaksimalkan ekspor pada saat harga batu bara tinggi.  Ini juga perlu diantisipasi.  Karenanya penting bagi Pemerintah untuk mengevaluasi pelaksanaan DMO secara bulanan, bukan tahunan," demikian Wakil Ketua Fraksi PKS ini.

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII revisi permen ESDM batu bara PKS Mulyanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :