Jum'at, 19/04/2024 17:04 WIB

Tekan Konsumsi Rokok untuk Cegah Stunting di Indonesia

Ada tarik-menarik yang kuat antara konsumsi rokok, kejadian stunting, dan kemiskinan.

Illustrasi rokok

JAKARTA, Jurnas.com - Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Rizal Damanik mengatakan, mengurangi konsumi rokok merupakan poin penting untuk mencegah stunting di Indonesia.

Hal itu disampaikan pada webinar Sosialisasi Pemahaman Hubungan Prilaku Merokok dan Stunting, yang juga ditayangkan di kanal YouTube BKKBN Offocial, Kamis (20/1).

Berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, angka prevalensi stunting Indonesia mengalami penurunan yaitu 24,4 persen dari sebelumnya di angka 27,7 persen.

"Meskinpun sudah berhasil diturunkan, angka prevalensi stunting balita di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Indonesia menempati urutan ke-108 dari 132 negara yang diurutkan berdasarkan prevalensi stunting balita terendah hingga tertinggi," jelasnya.

Semantara di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN), Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting pada balita tertinggi ketiga setelah Timur Leste dan Laos.

Rizal mengatakan, ada tarik-menarik yang kuat antara konsumsi rokok, kejadian stunting, dan kemiskinan. Hingga saat ini konsumsi rokok pada keluarga miskin masih sangat tinggi di Indonesia.

"Artinya jika belanja rokok dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali, maka kesempatan keluarga miskin untuk belanja makanan bergizi akan lebih besar," kata Rizal.

Berdasarkan penelitian Imperial College London, prevalensi perokok pasif di dalam rumah Indonesia, yaitu 78,4 persen. Menurut Rizal, angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain seperti China yang hanya 48,4 persen, Bangladesh 46,7 persen, dan Thailand 46,8 persen.

"Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang rentan terhadap asap rokok," kata Rizal.

Rizal menjelaskan, paparan perokok pasif selama kehamilan dikaitkan dengan berbagai risiko kesehatan, kematian, dan kesakitan pada bayi termasuk lahir mati, prematur, keguguran, dan berat badan lahir rendah.

"Bagi ibu hamil menjadi perokok pasif berhubungan dengan kelahiran yang berkualitas rendah antara lain rata-rata berat badan bayi 71,6 gram lebih rendah, 16 persen kemungkinan berat badan rendah, dan 51 persen lebih tinggi kemungkinan ukuran lahir lebih kecil dari rata-rata," ujarnya.

Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) Aryana Satrya mengatakan, berdasarkan data Indonesia Family Life Survey, anak yang tinggal dengan rumah tangga perokok cenderung memiliki pertumbuhan yang mengalami gangguan atau stunting.

"Dampak konsumsi rokok bersifat multidimensi selain kesehatan perokok dan keluarganya, termasuk stunting, rokok juga berdampak buruk pada ekonomi keluarga bahkan kemiskinan," jelasnya.

KEYWORD :

Perokok Pasif Indonesia Angka Stunting Kematian Bayi BKKBN Rizal Damanik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :