
foto: Twitter
Jakarta - Pembubaran paksa Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) umat Nasrani oleh oknum ormas keagamaan yang mengatasnamakan Pembela Ahlus Sunnah (PAS), pada Selasa (6/12) di Sabuga, Bandung, sebagai tragedi intoleransi.
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengatakan, pembubaran KKR tersebut sebagai bukti nilai-nilai sakral kegiatan peribadatan hari besar keagamaan tidak lagi dihargai dan dihormati."Apalagi terkhusus dalam perayaan hari-besar keagamaan yang disakralkan setiap tahunnya. Seperti Ibadah Natal, Idul Fitri dan Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad, Isra’ Mi’raj, Waisak, Galungan, Imlek," kata Masinton, Jakarta, Rabu (7/12).Menurutnya, Ormas yang mengatasnamakan PAS itu meminta panitia KKR menyelenggarakan kegiatan keagamaan tersebut di rumah ibadah atau gereja. Karena dianggap melanggar UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.Baca juga.. :
Sebab, kata Masinton, penggunaan ruangan gedung Sabuga ITB dalam perayaan Tahunan seperti Perayaan Natal yang diselenggarakan Panitia KKR sifatnya hanya saat hari itu saja, bukan permanen atau setiap saat."Sama halnya dengan seluruh umat beragama di Indonesia yang melaksanakan prosesi ibadah diluar tempat ibadah pada saat perayaan Tahunan Keagamaan. Dengan saling menghormati dan menghargai," katanya.