Kamis, 25/04/2024 07:09 WIB

Negara Rugi Ribuan Triliun, PNPK Sepakat Tuntaskan Gurita Korupsi di Indonesia

Aktivis pergerakan yang tergabung di dalam Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) akan menuntaskan gurita korupsi di Indonesia. Mulai dari kasus korupsi masa lalu, masa kini serta mencegah korupsi di masa yang akan datang.

Aktivis pergerakan yang tergabung di dalam Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) membahhas penuntasan kasus korupsi di Indonesia. (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Aktivis pergerakan yang tergabung di dalam Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) akan menuntaskan gurita korupsi di Indonesia. Mulai dari kasus korupsi masa lalu, masa kini serta mencegah korupsi di masa yang akan datang

Kesepakatan mengenai penuntasan kasus korupsi tersebut dibicarakan dalam Rembug Nasional yang dihadiri puluhan aktivis dan LSM. Mulai dari Marwan Batubara (IRRES), Prof Anthony Budiawan (PEPS), Adhie Masardi (GIB), Ferry Juliantono (KMSDK), Jumhur Hidayat (KMSDK), Salamudin Daeng (AEPI), Sujahri ( GMNI) hingga dr. Zulkifli S Ekomei (Komite Pemburu Koruptor).

Kemudian juga para Pemrakarsa PNPK, yaitu Gigih Guntoro (Indonesian Club), M. Hatta Taliwang (Insitute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), Haris Rusly Moti (Petisi 28), Sumiarto (Barisan Anak Jakarta - BAJAK), Aprudin (Pemuda Penggerak Bina Mandiri - P2BM), Baharudin Sayidi (Komite Solidaritas Umat Islam Indonesia - KSUII), Suwitno (Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa - AMPB), Wawan (LSM PELOPOR), Bambang Nurdin (Barisan Penyelamat Bangsa), Nur Ridwan (Bina Bangun Bangsa), Ferry Razali (Peduli Bangsa Nusantar - PBN, Yudha (Forum Bela Negara - FBN), Mulia Astuti (Permindo).

Menurut Salamudin Daeng, hampir seratus persen persendian ekonomi indonesia ditopang oleh uang kotor. Uang kotor itu, dalam konteks politik kita sejak reformasi berasal dari dua sumber utama.

“Yakni uang hasil korupsi BLBI yang kembali kesini menjadi sumber pembiayaan utama untuk menduduki semua institusi negara," terang Salamudin kepada wartawan seusai acara rembuq nasional.

Selain itu, sambungnya, menjadi sumber dana membiayai seluruh perubahan konstitusi, undang-undang dan berbagai peraturan untuk kepentingan para bandit.

Pembiayaan kedua, lanjut Salamudin Daeng berasal dari penjarahan sumber daya alam yang tidak bisa mereka laporkan. Itulah uang yang ditempatkan ke dalam rekening-rekening rahasia di luar negeri. Masuk ke dalam Pandora Paper, Panama Paper dan lain-lain.

“Karena hasil penipuan ekspor. Jumlah ekspor sekian dikurangi sekian. Negara menerima sekian. Jadi tidak bisa konek dengan sistem negara indonesia dan sistem global. Karena terjadi penyimpangan antara data dengan uang yang diterima negara,” terangnya.

"Itulah uang yang menjadi sumber dana yang dicicil-cicil untuk kembali kesini. Membeli obligasi negara, membeli surat utang. Masuk sebagai pinjaman fiktif. Itulah yang membuat mereka para bandit/oligarki tersebut menjadi `power full` dalam mengendalikan posisi di institusi negara, baik infra maupun supra sturuktur di indonesia,” imbuh Salamudin Daeng.

Namun ke depan, kata Salamudin, mereka akan berhadapan dengan yang namanya digitalisasi dan transparansi. "Jadi gerakan yang PNPK ini momentumnya sangat tepat," tandas Salamudin.

Sementara Haris Rusli  Moti menilai, pemerintahan Jokowi saat ini justru dikuasai oleh pejabat-pejabat kotor. Baik di eksekutif, legislatif, bahkan juga yudikatif.

"Terbukti tidak ada satupun kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat dituntaskan secara transparan dan adil," tandasnya.

Untuk itu PNPK mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat, seperti,kasus BLBI, Bansos, Jiwasraya, Asabri, Jasindo, PCR untuk dituntaskan.

"Hukum seberat-beratnya semua orang yang terlibat kasus tersebut, tanpa pandang bulu tanpa terkecuali. Jangan hanya orang-orang ygan bukan aktor utama yang dikorbankan. Tapi para pejabat-pejabat negara yang terlibat dengan kasus-kasus korupsi ini harus diseret kepengadilan,” tandas Haris Rusli.

Dia menambahkan, kerugian negara karena korupsi sejak masa lalu, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini bisa sampai bernilai puluhan ribu triliun rupiah.

"Terbukti dengan adanya dana-dana kotor di luar negeri sampai senilai Rp 11.000 Trilyun yang sudah diakui pemerintah Indonesia melalui pernyataan Presiden jokowi dalam berbagai kesempatan," kata aktivis  petisi 28 yang diamini peserta urun rembug PNPK.

KEYWORD :

PNPK korupsi aktivis Salamuudin Daeng BLBI Jiwasraya Asabri




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :