Rabu, 24/04/2024 23:12 WIB

NLR Indonesia Ajak Mahasiswa Edukasi Masyarakat soal Kusta

NLR Indonesia melibatkan unsur perguruan tinggi dalam mengeliminasi angka kasus kusta di Indonesia. Melalui program Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA), mahasiswa diajak untuk berperan aktif memberikan edukasi mengenai kusta di masyarakat.

Direktur NLR Indonesia, Asken Sinaga (dua dari kanan) dalam kegiatan roadshow campus to campus di Stikes Cirebon, Jawa Barat (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - NLR Indonesia melibatkan unsur perguruan tinggi dalam mengeliminasi angka kasus kusta di Indonesia. Melalui program Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA), mahasiswa diajak untuk berperan aktif memberikan edukasi mengenai kusta di masyarakat.

Dalam kegiatan roadshow campus to campus di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Cirebon, Jawa Barat pada Kamis (9/12), Direktur NLR Indonesia, Asken Sinaga menekankan bahwa saat Indonesia berstatus sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Brasil.

Penyebabnya, hingga saat ini belum ada vaksin kusta, rendahnya deteksi dini, serta masih tingginya stigma terhadap Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYMPK) di tengah masyarakat.

"Berkolaborasi dengan kampus, kami mengajak mahasiswa untuk berkarir di sektor kusta. Kami berharap mahasiswa aktif menyebarkan informasi soal kusta secara kreatif, juga adik-adik terjun sebagai ahli kusta," kata Asken dalam seminar bertajuk `Peran Kampus untuk Indonesia Sehat dan Bebas Kusta` itu.

Asken juga meminta mahasiswa turut membantu mempublikasikan fakta-fakta mengenai kusta, untuk melawan beragam hoaks dan mitos yang menyebabkan para penderita penyakit ini mendapatkan diskriminasi.

"Kusta itu bukan penyakit kutukan, bukan aib, bukan karena guna-guna. Kusta bisa disembuhkan dan tidak menular dengan gampang," tegas Asken.

Hal senada juga disampaikan oleh Technical Advisor Program Pengendalian Kusta NLR Indonesia, dr. Christina Widaningrum, M.Kes. Dia menyebut kusta merupakan penyakit yang sulit menular.

"Kusta itu penyakit menular yang menahun, dan diakibatkan oleh kuman kusta. Bukan karena dosa, kutukan, dan lain-lain. Penyakit ini bisa disembuhkan," ujar Christina.

"Mitos lainnya, obatnya mahal. Padahal gratis dan ada di puskesmas. Obat gratis bukan berarti abal-abal. Obat ini kalau dicari di apotek tidak ada, karena dikirim dari WHO dan disuplai ke puskesmas," sambung dia.

Berbagai mitos dan hoaks mengenai kusta inilah, menurut Christina, masih menjadi kendala pemerintah dan NLR Indonesia untuk mengeliminasi kusta di Tanah Air.

Menurut data 2020, masih ada tujuh provinsi dan 109 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Ketujuh provinsi tersebut ialah Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

"Kasus baru masih 4.183 pada 2020. Angka cacat (karena kusta) tingkat dua 1,69 per 1 juta penduduk. Proporsi kasus baru tanpa cacat 81,6 persen, dan proporsi kasus baru anak 18,79 persen," jelas Christina.

Karena itu, NLR Indonesia terus menggencarkan upaya mengeliminasi kusta dengan program `3 Zero` yaitu Zero Transmisi (menghentikan penularan), Zero Disabilitas (menekan angka cacat akibat kusta), dan Zero Eksklusi (menyetop diskriminasi terhadap penderita kusta).

"Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan kapasitas petugas di provinsi, kabupaten, puskesmas dengan pelatihan-pelatihan. Juga ada kegiatan Desa Sahabat Kusta. Untuk menurunkan stigma di petugas, kita buat sosialisasi untuk petugas puskesmas, mereka akan turun ke desa untuk memberikan pengetahun kepada kelompok potensial di desa, sehingga mereka bisa membantu mencari kasus dan mengubah perilaku dari negatif menjadi positif," papar dia.

Wakil Asesor Kusta Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, Jawa Barat, Suwata menilai kusta sebagai isu yang sangat kompleks. Pasalnya, kusta tidak hanya sekadar penyakit, melainkan stigma, kecacatan, masalah-masalah lainnya.

Gejala kusta berupa bercak-bercak putih atau merah di kulit dan cenderung mati rasa, sering kali diabaikan oleh masyarakat. Padahal pengobatan dini bisa mencegah terjadinya kecacatan.

"Ada dua tipe kusta, yakni kusta kering dengan tanda bercak putih kurang dari lima, penebalan syaraf, dan BTA negatif. Kusta kering menjalani pengobatan selama enam bulan. Ada juga tipe kusta basah dengan bercak di atas lima, ada penebalan syaraf lebih dari satu, dan BTA positif dari skin smear-nya," terang Suwata.

Sementara itu terkait edukasi ke masyarakat, Kaprodi Kesehatan Masyarakat Stikes Cirebon, Cucu Herawati mengatakan pihaknya telah memasukkan isu kusta ke dalam kurikulum, melalui mata kuliah epidemologi atau penyakit menular.

Mahasiswa, lanjut Herawati, juga didorong melakukan observasi dan wawancara masyarakat untuk selanjutnya dikumpulkan dan dikaji di ruang perkuliahan.

"Juga ada promosi kesehatan, dengan memberikan informasi tentang kusta, dan penghapusan stigma dan menghilangkan diskriminasi," tutup Herawati.

KEYWORD :

Penyakit Kusta NLR Indonesia Stigma Masyarakat Asken Sinaga Program SUKA




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :