Sabtu, 20/04/2024 00:45 WIB

Cegah Bayi Lahir Prematur, BKKBN Kawal Calon Pengantin Perempuan

Dwi mengatakan, beberapa langkah strategis yang akan dilakukan BKKBN terutama adalah bagaimana mencegah terjadinya prematuritas diantaranya adalah melalui pengawalan calon pengantin perempuan.

Logo Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (Foto: Supianto/ Jurnas.com)

JAKARTA, Jurnas.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengajak semua lapisan masyarakat untuk bahu membahu menurunkan angka prevelensi stunting Indonesia yang masih sangat tinggi yaitu 27 persen.

"Seperti kita ketahui, angka kelahiran masih sangat tinggi di Indonesia dan ini merupakan sumber dari lahirnya anak-anak stunting," kata Plt. Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBNDwi Listyawardani pada Webinar Cegah Kelahiran Prematur Dalam Upaya Menurunkan Stunting baru ini.

Mengingat faktor gizi masih menjadi persoalan, Dwi menegaskan, mencerdaskan, menggerakkan, dan memberdayakan masyarakat mutlak harus dilakukan dalam melakukan pencegahan stunting melalui intervensi gizi baik gizi mikro maupun gizi makro.

Dwi mengatakan, beberapa langkah strategis yang akan dilakukan BKKBN terutama adalah bagaimana mencegah terjadinya prematuritas diantaranya adalah melalui pengawalan calon pengantin perempuan.

"Seperti yang kita ketahui, calon pengantin di Indonesia 40 persen di antaranya mengalami anemia dan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya prematuritas. Kalau tidak salah data yang kita peroleh dari RISKESDAS, kelahiran prematur 48 persen dikarenakan anemia”, imbuhnya.

Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Ari Kusuma Januarto, menjelaskan, pertumbuhan janin terhambat, merupakan ketidakmampuan dari janin mempertahankan pertumbuhan sesuai standar yang diharapkan berdasarkan kurva pertumbuhan terstandarisas, dengan atau tanpa KMK (kecil sesuai masa gestasi).

Ari menyebutkan, prevelensi PJT ini mencapai 3-10 persen, pada penelitian di 4 pusat Fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005: sebanyak 571 bayi KMK dari 14.702 persalinan (4,40 persen). Angka mortalitas tinggi PJT lebih tinggi 3-8x dibandingkan bayi lahir normal.

"Bayi prematur memiliki lebih banyak masalah kesehatan dibandingkan bayi yang lahir dengan bulan yang cukup. Di antaranya masalah pada organ otak, paru-paru, jantung, dan mata. Beberapa bayi prematur harus dirawat di NICU agar mendapat perawatan khusus," ujarnya.

Ari menegaskan, keluarga adalah peranan yang paling penting untuk mencegah bayi terlahir stunting, agar selalu memberikan nutrisi yang baik, perencanaan keluarga, akses, faskes dan melaksanakan kegiatan pola hidup sehat.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, juga menerangkan, resiko bayi prematur yang dikhawatirkan saat ini adalah mengalami stunting, pertumbuhan bayi terhambat, dan gagal kejar tumbuh.

Piprim mengatakan, rerdapat syndrome stunting, yaitu penyakit yang bisa berulang. "Ketika tidak mempunyai strategi siklus pemutus, biasanya dari ibunya kekurangan gizi dari protein hewani, bukan hanya nabati," ujarnya.

Dia mengatakan, penting untuk bayi selama 6 bulan pertama tercukupi pemasukan gizinya, salah satunya melalui asi eksklusif. Cara agar menjaga kualitas asi dengan banyak minum air putih serta makan protein hewani.

"Yang dikhawatirkan jika ibu kekurangan nutrisi adalah selain stunting dapat terjadi syndrome metabolic," Piprim

KEYWORD :

Prematur BKKBN Stunting Dwi Listyawardani




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :