Sabtu, 20/04/2024 15:09 WIB

Fraksi PKS Tegas Tolak RUU HKPD: Berpotensi Tingkatkan Utang Negara

Naiknya utang pemerintah dan daerah akan semakin meningkatkan beban negara secara keseluruhan. Pemerintah pusat semestinya dapat memberikan alternatif untuk mendorong peningkatan PAD, tidak melalui utang daerah.

Wakil Ketua Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam dan Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati. (Foto: Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Fraksi PKS DPR RI sepakat menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD). 

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati menegaskan, banyak hal signifikan yang mempengaruhi secara negatif terhadap sistem desentralisasi, kemandirian fiskal, serta keadilan dan kesejahteraan masyarakat. 

"Dalam perkembangannya hasil pembahasan RUU HKPD belum sepenuhnya memenuhi amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," kata dia dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/11). 

Anis ditemani Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Ecky Awal Mucharam saat menyampaikan alasan penolakan terhadap RUU HKPD. Menurutnya, RUU tersebut mendapatkan penolakan dari fraksi lantaran memperkuat arah “re-sentralisasi” dan mereduksi semangat “desentralisasi”. 

Beberapa contohnya yaitu: pada Pasal 169 menyebutkan bahwa pemerintah pusat dapat mengendalikan APBD pada tiga kondisi yaitu: 

(i) penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah; (ii) penetapan batas maksimal defisit APBD dan pembiayaan Utang Daerah dan (iii) pengendalian dalam kondisi darurat. 

"Ketentuan ini menyebabkan daerah tidak bebas dalam mengelola fiskalnya sehingga hilangnya semangat reformasi, otonomi daerah, dan desentralisasi fiskal. Selain itu, program-program daerah juga bisa diarahakan untuk sejalan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga daerah berpotensi tidak dapat berinovasi," tegas Anis. 

"Hal itu juga terlihat dari alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang salah satunya ditujukan untuk pemenuhan target layanan yang menjadi prioritas nasional. Faktanya, tidak semua prioritas nasional sejalan dengan kebutuhan daerah," lanjutnya. 

Fraksi PKS, tegas Anis, tetap konsisten memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Penolakan juga diberikan lantaran RUU HKPD berpotensi meningkatkan risiko utang negara dengan dibukanya peluang peningkatan utang daerah. 

Anis menegaskan, utang negara sudah meningkat signifikan karena pandemi covid-19. Ketika opsi tersebut dibuka maka utang negara berpotensi semakin meningkat. Sumber pembiayaan pembangunan dari obligasi daerah berpotensi memunculkan lonjakan utang daerah. Padahal kapasitas fiskal daerah sangat terbatas. 

"Beberapa daerah sangat bergantung pada dana transfer pemerintah pusat karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang rendah. Pada gilirannya pembiayaan obligasi daerah akan menaikkan utang pemerintah secara keseluruhan," tegasnya.

"Naiknya utang pemerintah dan daerah akan semakin meningkatkan beban negara secara keseluruhan. Pemerintah pusat semestinya dapat memberikan alternatif untuk mendorong peningkatan PAD, tidak melalui utang daerah," tandasnya.

Di tempat yang sama, Ecky Awal Mucharam menegaskan, RUU HKPD berpotensi membuka keran utang di daerah. Hal itu tentu sangat berbahaya.

“Jadi kita tegas menolak (RUU HKPD). Seharusnya pemerintah pusat dapat lebih malakukan controlling,” tandasnya.

Sebelumnya, pada Selasa (23/11) kemarin, Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan menyetujui RUU HKPD untuk dibawa ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna. 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi XI DPR PKS Anis Byarwati RUU HKPD Utang Negara




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :