Jum'at, 19/04/2024 17:03 WIB

KPK Dalami Penerimaan Fee Proyek oleh Bupati HSU Abdul Wahid

Penyidik juga mendalami dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara.

Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid memakai rompi tahanan KPK (Foto:Gery/Jurnas).

Jakarta, Jurnas.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan fee proyek terkait pengadaan barang dan jasa oleh Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid.  Penerimaan fee itu diselisik lewat pemeriksaan 14 saksi pada Selasa (23/11) kemarin.

"Seluruh saksi hadir dan menerangkan antara lain terkait dengan dugaan penerimaan fee proyek oleh Tsk AW (Abdul Wahid)," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (24/11).

Adapun 14 saksi itu bernama, Syamsul Hamidan, Pemilik CV Agung Perkasa  kontraktor yang biasa mengerjakan pekerjaan di Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara. Untuk tahun 2021; Barkati, Kontraktor di dinas Bencana alam, Direktur PT. Prima Mitralindo Utama.

Selain itu, Marhaidi, Kontraktor Wakil Direktur CV Hanamas; Sapuani, Pemilik CV Lovita; Abdul Hadi, Kontraktor; Hairiyah selaku Kasi Pembangunan dan Peningkatan Pengairan pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan ruang Dan Pertanahan Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan.

Kemudian Muhammad Sam`ani, Direktur PT Sapta surya Tosan Talina; Muhammad Muzakkir, Direktur PT Cahaya Sambang Sejahtera; Rakhmadi Effendie, Direktur PT Seroja Indah Persada; Rusdi, Kontraktor; Abdi Rahman, Swasta; Yandra, Staf SMPN 8 Amuntai; Ina Wahyudiaty, Bapelitbang; dan Thamrin, BPKAD).

Kepada para saksi, penyidik juga mendalami dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara. Di mana, KPK mendalami penerimaan uang dari para ASN di Pemkab HSU.

"Para saksi juga didalami adanya penerimaan lain berupa uang dari para ASN yang akan menduduki jabatan struktural di Pemkab HSU," kata Ali.

Diketahui, KPK telah menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Kabuoaten Hulu Sungai Utara sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa.

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU pada Dinas PUPR Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

Abdul Wahid diduga menerima uang suap terkait jual beli jabatan Plt Kepala Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara dari Maliki pada Desember 2018 lalu.

Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU. Di mana, Abdul Wahid menyetujui plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP.

Namun, ia memberikan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk dirinya dan 5% untuk Maliki. Fee gang diterima Abdul berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp500 juta.

Selain itu, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya. Fee itu diduga diterima melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Di mana, Abdul Wahid diduga meberima sebesar Rp 4,6 miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 miliar pada 2020 dan sebesar Rp 1,8 miliar pada 2021. Sehingga total uang yang diterima Abdul Wahid sekitar Rp18,9 miliar.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.

KEYWORD :

Bupati Hulu Sungai Utara Suap dan Gratifikasi KPK Tersangka Abdul Wahid




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :