Rabu, 24/04/2024 13:41 WIB

Guru Besar IPB: Semoga PPHN Bukan Untuk Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) diharapkan tidak berkaitan dengan amandemen masa jabatan Presiden. PPHN sebaiknya lebih terbatas untuk arah pembangunan jangka panjang, dimana kontrolnya terbatas dalam persetujuan APBN oleh DPR RI.

Guru Besar IPB, Didin S Damanhuri. (Foto: Dok. Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) diharapkan tidak berkaitan dengan amandemen masa jabatan Presiden. PPHN sebaiknya lebih terbatas untuk arah pembangunan jangka panjang, dimana kontrolnya terbatas dalam persetujuan APBN oleh DPR RI.

Hal itu sebagaimana diutarakan Ketua Dewan Pakar Brain Society Center, Didin S Damanhuri, dalam diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Lobi Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin (11/10).

Menyitir buku Ketua MPR Bambang Soesatyo berjudul `Negara Butuh Haluan` yang merupakan lanjutan buku `Cegah Negara Tanpa Arah` merupakan advokasi substansial tentang butuhnya Haluan Jangka Panjang Pembangunan sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD’45 ayat 1.

"Semoga PPHN terwujud dan bukan dalam rangka amandemen yang lebih luas, misalnya dengan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden," tegasnya.

Hadir Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang menjadi keynote speaker, Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti dan Pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Abdul Latief.

Menurut Didin, Indonesia sangat penting mengevaluasi proses pembangunan yang lalu, kini dan yang akan datang. Masalahnya, bagaimana merevitalisasi ekonomi berbasis konstitusi masuk ke dalam Peraturan Perundang-Undangan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah-Daerah serta melaksanakan secara konsisten dan sistematis. 

Dia lantas mengungkapkan jika hasil penelitian menunjukkan ada lebih 200 Undang-Undang yang kurang sesuai dengan UUD 45. Juga ada Lettre of Intent IMF yang kemudian menjadi White Paper yang masih dipakai dalam Perencanaan Pembangunan sehingga terjadi terus divestasi. 

"Yang mencolok adalah Undang-Undang Bank Indonesia (BI) dan Undang-Undang Perbankan. Keduanya absen dari klausul pertimbangan yang mencantumkan pasal 27 UUD 1945," ucap Didin.

Akibatnya, lanjut Guru Besar IPB tersebut, tidak ada keharusan bagi BI dan perbankan nasional mendorong penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya. Di samping itu, juga absennya prinsip financial inclusion  yang memungkinkan kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) mendapat akses memadai atas perbankan nasional. 

Didin menyoroti kelemahan RPJMN saat ini yang hanya dikembangan dari Visi dan Misi Presiden Terpilih sehingga tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah. Karena apabila terjadi penyimpangan Presiden terhadap RPJMN tidak jelas pertanggungjawabannnya.

Pertanggungjawaban Presiden baik terhadap ketaatan terhadap Konstitusi-UUD45 maupun terhadap aspirasi rakyat, akan jauh lebih akan adanya Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagaimana pernah disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo.

"Rencana akan adanya PPHN sudah merupakan konsensus Parpol-Parpol dalam beberapa tahun terakhir. Jadi bukan rencana dadakan," demikian Didin S Damanhuri.

KEYWORD :

Warta MPR Guru Besar IPB PPHN Amandemen Negara Butuh Haluan Didin S Damanhuri




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :