Jum'at, 19/04/2024 09:32 WIB

Gatot Nurmantyo Lempar Isu PKI, PB HMI: Letjen Dudung Keturunan Sunan Gunung Jati

Stop Gaduh dan Framing Kostrad Telah Disusupi Komunis

Pangkostrad Letnan Jenderal TNI Dudung Abdurachman

Jakarta, Jurnas.com - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) meminta semua pihak berhenti membuat kegaduhan terkait isi Komunis yang disebut menyusupi TNI.

Ketua Umum PB HMIRomadhon JASN mengatakan, isu komunis mulai menyusupi tubuh TNI yang dihembuskan pertama kali oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo berdasarkan asumsi pribadi beliau terkait pembongkaran patung Soeharto (Pangkostrad kala itu) Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, dan Jenderal A.H. Nasution di Museum Dharma Bhakti Kostrad, telah menjadi polemik hingga menjadi kegaduhan ditengah masyarakat.

Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (KOSTRAD) Kolonel Haryantana telah meluruskan isu negatif terkait hilangnya patung tokoh negara yang dipajang di Museum Darma Bhakti Kostrad, atas permintaan inisiator pembuat patung yakni Mantan Pangkostrad Letnan Jenderal (Purn) Azmyn Yusri Nasution dengan alasan ketenangan batin dan ajaran agama Islam yang dipercayainya.

"Apa yang dijelaskan oleh Kolonel Haryantana, benar dan sesuai dengan informasi serta fakta yang diperoleh PB HMI, bahwasanya Bapak (Purn) Letnan Jenderal Azmyn Yusri Nasution sebagai penggagas dan pembuat patung Soeharto dan Jenderal-Jenderal lainnya, yang meminta ide dan buah karyanya itu untuk dibongkar dan dimusnahkan," kata Romadhon dalam rilis media, Selasa (28/9/2021). 

Informasi yang PB HMI peroleh, jelas Romadhon, bahwa mantan Pangkostrad yang tengah fokus mendalami agama dan ajaran Islam di usia senja-Nya saat ini, memiliki keinginan besar untuk memusnahkan barang-barang di antaranya patung Soeharto dan Jenderal-Jenderal lainnya yang diinisiasi dan dibuat oleh dirinya agar dibongkar dan dimusnahkan karena menurut doktrin agama beliau dinilai bertentangan dengan keyakinannya sebagai hamba Allah SWT.

Tekad kuat yang dilandasi agama, ajaran Islam serta bentuk nyata ketaatan beliau sebagai hamba-Nya, sudah tentu sulit dan tidak dapat ditolak oleh siapapun, termasuk Pangkostrad Letnan Jenderal Dudung Abdurachman dan jajaran Kostrad maupun TNI AD saat ini, karena hal ini menyangkut akidah seseorang.

"Persoalan membuat patung, tidak berhenti hanya sekedar sebagai persoalan fikih saja, tetapi berlanjut sampai pada persoalan aqidah," katanya. 

"AL-Qur’an secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Al-Quran," lanjut Romadhon

Dalam surat Al-Anbiya (21): 51-58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah Nabi Ibrahim dan kaumnya. Sikap Al-Quran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui penghancurannya.

‎فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ

Maka Ibrahim menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya (QS Al-Anbiya : 58).

Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat, menjelaskan, ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti dari sikap Nabi Ibrahim di atas, yaitu bahwa beliau menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar. Membiarkan satu di antaranya dibenarkan, karena ketika itu berhala tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala itulah Nabi Ibrahim membuktikan kepada mereka bahwa berhala --betapapun besar dan indahnya-- tidak wajar untuk disembah.

‎قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ
‎فَرَجَعُوا إِلَىٰ أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ

Sebenarnya patung yang besar inilah yang melakukannya (penghancuran berhala-berhala itu). Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran diri mereka, lalu mereka berkata, Sesungguhnya kami sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri) (QS Al-Anbiya : 63-64)

Sebagai hamba Allah SWT yang taat, dalil inilah yang mungkin menggerakkan hati dan menggelorakan tekad bulat mantan Pangkostrad Letnan Jenderal (Purn) Azmyn Yusri Nasution, untuk memusnahkan patung-patung yang telah digagas atau dibuat olehnya.

Kata Romadhon, PB HMI menilai wajar jika jajaran Kostrad saat ini mengizinkan mantan Panglima mereka untuk menghancurkan patung-patung yang hanya dibuatnya di Museum Dharma Bhakti Kostrad, sebagai bentuk penghormatan sekaligus guna menenangkan jiwa serta pikiran Letnan Jenderal (Purn) Azmyn Yusri Nasution di usianya yang telah senja.

"Atas informasi, fakta dan dalil-dalil agama serta ajaran Islam inilah, Kami PB HMI meminta segelintir pihak-pihak tertentu untuk menyudahi polemik hilangnya patung ini. Hentikan segera isu kejam, TNI AD telah di susupi paham atau laten komunis," katanya. 

Ia mengajak, yuk tabayyun agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang menjurus fitnah dan dapat menimbulkan kegaduhan bahkan perpecahan bukan hanya di tubuh TNI AD, namun umat, rakyat, bangsa dan negara yang saat ini tengah berjuang melawan dampak destruktif Covid-19.

Tabayyun adalah salah satu ajaran Islam yang sudah dikenalkan sejak zaman Rasulullah SAW. Dalam dunia modern seperti saat ini tabayyun bisa diartikan sebagai cek dan ricek atas sebuah kabar yang beredar. 

"PB HMI juga menilai Pangkostrad Letnan Jenderal Dudung Abdurachman, sudah benar mengizinkan pembongkaran patung “milik” Letnan Jenderal (Purn) Azmyn Yusri Nasution, setelah berkoordinasi dan mendengar masukan dan pendapat insan Kostrad lainnya," kata Romadhon

Namun perlu diingat dan perlu diketahui publik, kata Romadhon, sosok Pangkostrad Letnan Jenderal Dudung Abdurachman ternyata masih keturunan Sunan Gunung Jati dari P. Sumbu Mangkurat Sari yang memiliki putra (P. Syeikh Pasiraga), jalur cicitnya yang bernama Muharom Wira Subrata.

"Kami mendapatkan info bahwasanya Letnan Jenderal Dudung Abdurachman ini sering mengisi kultum (kulih tujuh menit) sebelum Sholat Subuh di Masjid, serta hobi diam-diam mewakafkan tanah untuk kepentingan umat Islam, salah satunya tanah untuk Pondok Pesantren Majelis Al-Khidhir di Klapanunggal Bogor yang diasuh oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Khidhir," katanya. 

Jadi, aneh rasanya jika ada segelintir pihak yang memframingnya (meski tidak langsung) telah disusupi komunis atau menghadap-hadapkan pemilik nama Abdurachman yang memiliki makna ‘pelayan Allah penuh belas kasih’ dengan Islam yang telah mendarah daging dalam dan menjadi Ruh dirinya.

Jujur, Romadhon mengatakan semua tentunya merasa ada yang tidak baik-baik saja dari ‘serangan’ yang ditujukan kepada Kostrad khusunya ke Pangkostrad Lentan Jenderal TNI Dudung Abdurachman sejak beliau Pangdam Jaya hingga di posisinya saat ini.

Sekali lagi, yuk tabayyun. Secara umum, tabayyun berkaitan dengan interaksi dengan manusia. Sikap Tabayyun digunakan terutama untuk menyelesaikan masalah. Caranya yakni dengan mengklarifikasi dan menganalisis masalah yang terjadi. Sehingga diharapkan setelah menerapkan sikap Tabayyun, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan lebih bijak, arif, dan lebih tepat sesuai keadaan masyarakat saat ini.

"Terakhir, PB HMI meminta kepada kita semua untuk Stop gaduh, hentikan Isu TNI telah disusupi komunis. Sudahi kegaduhan yang sarat mudharatnya apalagi di tengah kerja keras seluruh umat memulihkan kondisi bangsa dan negara dari dampak destruktif Pandemi Covid-19." Ketua Umum PB HMI, Romadhon JASN. 

KEYWORD :

PB HMI Gatot Nurmantyo Romadhon Komunis Pangkostrad Dudung Abdurachman Sunan Gunung Jati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :