Jum'at, 19/04/2024 02:54 WIB

Polemik Seleksi Anggota BPK, PUSaKO: Jangan Lukai Integritas dan Independensi

Bagaimana mungkin integritas audit bisa baik apabila terdapat calon-calon bermasalah

Feri Amsari, Pakar Hukum, PUSaKO, Univ Andalas Padang.

Jakarta, Jurnas.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari turut memberi pandangan terkait kekisruhan dalam seleksi Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurutnya, seleksi Anggota BPK mestinya dijadikan momentum untuk membersihkan lembaga audit negara itu agar lebih independen.

Hal tersebut dikemukakan seiring dengan belum diambilnya keputusan oleh Komisi XI DPR mengenai dua nama yang tidak memenuhi persyaratan.

Sebelumnya, hasil kajian Badan Keahlian DPR, hasil pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan juga pendapat hukum Mahkamah Agung menyatakan Harry Z. Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi persyaratan formil sebagaimana ketentuan Pasal 13 huruf j UU No 15 Tahun 200y tentang BPK.

"Aneh kalau kemudian BPK diisi oleh orang-orang bermasalah, apalagi berkaitan dengan partai politik," jelas Feri Amsari kepada awak media, Kamis (2/9/2021).

Pakar Hukum dari Universitas Andalas, Padang itu menegaskan proses seleksi yang tidak sesuai ketentuan justru mengingkari sifat independensi BPK.

"Integritas audit harus menjadi sasaran dan tujuan dari proses seleksi. Bagaimana mungkin integritas audit bisa baik apabila terdapat calon-calon bermasalah," tandas Feri.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menekankan tidak ada ilmu hukum yang bisa dipakai bagi orang yang tidak memenuhi syarat sebagai Anggota BPK.

"Dalam ilmu hukum, Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memiliki keadaan yang diperlukan dalam UU BPK. Kita tidak boleh menoleransi kesalahan para pembentuk UU dengan menginjak UU," jelas Margarito, Senin (30/8/2021).

Senada dengan itu, Pakar Tata Negara Denny Indrayana juga menekankan agar pemilihan Anggota BPK tetap mengacu pada UU.

"Akar masalahnya ada di moralitas berpolitik kita. Dan itu diperburuk dengan aturan konstitusi kita yang membuka ruang praktik yang tidak demokratis dan bahkan kolutif tersebut," ucap Denny di Jakarta, Minggu kemarin.

Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf sepakat dengan fatwa yang dikeluarkan Mahkamah Agung terkait calon anggota BPK yang tidak memenuhi kualifikasi formil sesuai amanat UU BPK, dan meminta DPR mematuhinya.

Bahkan menurut Asep, pembangkangan terhadap hukum oleh lembaga negara adalah kejahatan serius. DPR adalah lembaga pembuat UU harus menjadi yang terdepan dalam kepatuhan terhadap UU yang diciptakan sendiri.

"Percuma DPR melakukan fit and profer test terhadap calon anggota BPK yang tidak memenuhi syarat formil. Seluruh putusan DPR yang didasarkan pada pelanggaran UU nantinya juga akan batal demi hukum," tutu Asep, Minggu kemarin.

Sementara itu, Pakar Hukum Bambang Widjojanto menekankan bahwa aturannya calon Anggota BPK sudah sangat jelas. "Kenapa harus jeda 2 tahun supaya tidak terjadi conflict of interest," kata Bambang saat dihubungi, Selasa (31/8/2021).

Menurut eks Wakil Ketua KPK itu, conflict of interest merupakan salah satu akar korupsi. Dia pun mengingatkan kepada DPR untuk tidak mendekati hal-hal semacam itu.

"Semoga DPR tidak bermain-bermain dengan conflict of interest, karena dia sedang bermain-bermain dengan api korupsi," pungkasnya.

Sampai dengan menjelang dilaksanakannya fit and propper test calon Anggota BPK September ini, belum ada tanda-tanda kejelasan baik terkait jadwal ataupun nasib dua nama yang dinilai tidak memenuhi syarat.

KEYWORD :

Feri Amsari PUSaKO BPK Komisi XI DPR Margarito Kamis




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :