Jum'at, 19/04/2024 09:53 WIB

Meski Kewenangan Banyak Berkurang, MPR Tetap Jadi Simbol Kedaulatan Rakyat

Tuntutan reformasi 1998, MPR berubah menjadi lembaga tinggi negara. Statusnya sama dengan lembaga tinggi negara lain seperti DPR dan Presiden.

Pimpinan MPR RI Jazilul Fawaid. Foto: kwp/jurnas.com

JAKARTA, Jurnas.com - Meski di usianya yang telah mencapai 76 tahun banyak kewenangan yang hilang, MPR RI tetap menjadi simbol kedaulatan rakyat dan menjadi rumah kebangsaan untuk mewujudkan kedaulatan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Demikian disampaikan Pimpinan MPR RI Jazilul Fawaid dalam diskusi Empat Pilar MPR RI `Refleksi 76 Tahun MPR Sebagai Rumah Kebangsaan Pengawal Ideologi Pancasila dan Kedaulatan Rakyat` di Jakarta, Senin (30/8/2021).

Jazilul mengatakan, kiprah MPR telah terjadi pasang surut. Pada masa Orde Baru, MPR menjadi lembaga tertinggi negara, dengan memiliki kewenangan yang begitu kuat, termasuk memilih dan memberhentikan Presiden.

Kemudian tuntutan reformasi 1998, MPR berubah menjadi lembaga tinggi negara. Statusnya sama dengan lembaga tinggi negara lain seperti DPR dan Presiden.

"Tetapi hingga saat ini MPR tetap sebagai cerminan kedaulatan rakyat karena masih memiliki kewenanga untuk mengubah konstitusi dasar yang tidak dimiliki oleh lembaga negara yang lain," kata Jazilul.

Mengubah konstitusi atau mengubah undang-undang dasar biasanya selalu terkait dengan dinamika perkembangan masyarakat, makanya setiap perubahan-perubahan selalu mensyaratkan ada perubahan konstitusi, termasuk perubahan terkait periodeisasi jabatan presiden yang saat ini muncul wecana hingga tiga periode.

Di era pandemi ini banyak yang berubah, banyak aktivitas yang ditutup. Bila nanti tahun 2024 ternyata aktivitas politik (pemilu presiden) juga ditutup, maka akan jadi masalah dalam sisitem ketatanegaraan.

"Tentu kita tidak mengharapkan itu. Tetapi kalau itu terjadi, maka tidak ada jalan keluar kecuali melalui amandemen konstitusi," katanya.
Persoalannya, apakah yang dilakukan oleh MPR nanti itu (amandemen) mencerminkan kehendak rakyat?

"Sebab, jika tidak nyambung dengan kehendak rakyat, apa yang dilakukan oleh MPR itu bisa menjadi masalah," ujarnya.

Begitu juga dengan rencana amandemen terbatas hanya untuk memberi kewenangan MPR membuat Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tetap harus mencerminkan kehendak rakyat.

Pascaamandemen kelima, presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR. Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Disitulah salah satu perdebatan dalam pembentukan PPHN.

"Maka check and balances atau demokrasi di Indonesia itu ada di tangan rakyat, bukan di MPR maupun di DPR. Langsung kepada rakyat," katanya.

"Oleh sebab itu MPR berusaha sekuat tenaga untuk menjadi rumah kebangsaan. Menjadi peneduh, penyalur aspirasi, sekaligus inspirasi bagi demokrasi kita supaya berkembang kepada arah kesejahteraan, kedaulatan rakyat, kebangsaan, dan konstitusi. Apapun namanya jika tidak mempercepat kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, tidak ada gunanya," tutur Jazilul.

KEYWORD :

MPR 76 tahun kedaulatan rakyat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :