Kamis, 12/08/2021 14:35 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Kalangan dewan mendukung upaya institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang meniadakan virginitas sebagai syarat bagi kaum perempuan yang ingin berkiprah di dunia militer.
Menurut anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia, tes keperawanan selama ini selalu menjadi polemik dalam rekrutmen prajurit TNI.
"Tes ini menyasar kepada calon prajurit perempuan yang ingin berkiprah di militer. Sudah sejak lama tes ini menjadi syarat untuk menjadi prajurit TNI, dengan dalih sebagai aspek moral dalam perekrutan TNI," kata Srikandi PAN itu dalam keterangan tertulis, Kamis (12/8).
Farah begitu ia disapa menjelaskan, WHO ditahun 2014 sudah membuat rekomendasi untuk menghapus tes keperawanan bagi perempuan.
Kisah Rapinha Sempat Terpuruk saat Awal Gabung Barcelona
Komisi XIII DPR Dorong Penerapan Nilai-nilai HAM dalam Kurikulum Pendidikan
Baleg DPR Usul KPU Jadi Lembaga Adhoc
Rekomendasi ini dimuat dalam buku panduan WHO November 2014, “Health care for women subjected to intimate partner violence or sexual violence” menyatakan bahwa petugas kesehatan tak harus melakukan “tes keperawanan”.
"Buku ini menegaskan hak asasi dan kenyamanan perempuan harus diutamakan, dan menekankan bahwa setiap pemeriksaan fisik dilakukan hanya bila mendapat persetujuan dan fokus pada perawatan medis yang diperlukan seorang perempuan," ungkapnya.
Baru-baru ini TNI Angkatan Udara (TNI AU) dan Angkatan Laut (TNI AL) menyatakan tidak menerapkan tes keperawanan terhadap calon prajurit perempuan.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma Indan Gilang Buldansyah mengatakan tes kesehatan terhadap calon prajurit TNI AU perempuan diatur dalam Keputusan KSAU Nomor Kep 329/XI/2019 dan Nomor Kep 330/XI/2019.
"Ini menjadi berita baik untuk Indonesia, ditiadakannya tes keperawanan merupakan langkah maju yang dilakukan oleh TNI," ujar Politikus PAN itu.
Dalam melihat hal ini, Farah mengatakan, ia dengan tegas menolak adanya test keperawanan pada perempuan. Menurutnya, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pemahamannya terkait penolakan test keperawanan.
"Pertama, test keperawanan merupakan budaya patriarki yang harus ditinggalkan. Masyarakat perlu memahami jika selaput dara bisa sobek bukan dari hubungan badan saja. Perempuan yang jatuh atau kecelakaan bisa menyebabkan selaput dara perempuan sobek. Mengapa penanganannya harus disamaratakan? Janganlah lihat perempuan dari indikator keperawanannya saja," tandasnya.
Kedua, lanjut dia, test keperawanan jelas merupakan sebuah tindakan diskriminatif bagi perempuan.
"Test keperawanan semacam ini, merupakan wujud kontrol atas seksualitas perempuan dari perspektif pro patriarki. Dengan adanya keinginan mengontrol seksualitas tersebut artinya ada hak-hak perempuan yang direbut. Padahal hal ini telah diratifikasi Indonesia dalam pasal 7 Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta pasal 16 Konvensi yang Menentang Penyiksaan," paparnya.
Ketiga, test keperawanan jelas menghalangi kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam kesempatan mendapatkan pekerjaan dan tidak ada korelasinya dengan profesionalitas prajurit.
"Jika kehormatan perempuan hanya dinilai dari aspek keperawanannya, maka akan ada berapa banyak perempuan yang kehilangan hak konstitusionalnya untuk bisa bekerja, untuk mendapatkan akses pendidikan dan untuk mengabdi di institusi tertentu," tegasnya.
Keempat, adapun dalam test masuk TNI, ada test kesehatan reproduksi (tidak termasuk test keperawanan) bagi perempuan dan laki-laki saya tetap setuju.
Karena test kesehatan reproduksi, menurutnya, bertujuan untuk mengantisipasi jika ada calon prajurit yang mungkin mengidap penyakit tertentu (misalkan tumor) atau kelainan kesehatan reproduksi.
Sehingga dapat segera dirujuk dan mendapatkan penanganan dini, karena bisa saja yang bersangkutan tidak mengetahui kondisi kesehatannya dimana hal ini bisa mengganggu kegiatan fisik yang cukup berat seperti menjalani pendidikan dasar kemiliteran.
"Kelima, harapannya, kita dapat saling menghargai sesama atas kualitas substantif seseorang tanpa melihat gender. Tidak ada halangan perempuan untuk bisa meraih mimpinya asal ada kemauan, kemampuan dan kesempatan. Untuk itu berikan ruang kesempatan yang sama dengan laki-laki agar perempuan bisa berdaya diatas kakinya sendiri. Secara historis, kami kaum perempuan mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa. Jadi biarkan kami ikut serta dalam perubahan untuk jadi sejarah selanjutnya," pungkasnya.