KPK Dorong Penegakan Hukum Terhadap Operasi Tambang Liar

Jum'at, 09/07/2021 13:45 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong proses penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap operasi pertambangan liar.

Pernyataan ini disampaikan Direktur Koordinasi dan Supervisi I KPK, Didik Agung Widjanarko dalam rapat Monitoring dan Evaluasi (Monev) Inventarisasi dan Penertiban Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

“Yang menjadi perhatian kami adalah bagaimana penertiban perizinan dan dampak usaha tambang bagi pendapatan daerah. Kalau ada operasi tambang ilegal, perlu penegakan hukum. Kalau ada izin, seharusnya ada kemanfaatan, bukan kemudhorotan,” kata Didik dalam keterangannya, Jumat (9/7).

Monev ini turut dihadiri perwakilan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, perwakilan Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, perwakilan Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Perwakilan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sugeng Mujianto menyampaikan pemerintah tidak mungkin sendirian dalam mengelola kekayaan alam Indonesia, hingga akhirnya memperbolehkan pihak lain turut mengelola.

Namun, tegas Sugeng, pengelolaan oleh pihak lain harus sesuai izin dan prosedur yang berlaku. Selain itu, Sugeng mejelaskan terkait pengawasan, Undang-undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara menyatakan pembinaan pengawasan (binwas) dilakukan oleh Kementerian ESDM melalui inspektur tambang.

“Kami juga mewajibkan adanya surveyor atau verifikator sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB). Namun dengan UU No. 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, banyak izin daerah ditarik ke pusat. Saat ini ada sekitar 4.500-an izin mineral/batuan dan 3.500-an izin batubara,” kata Sugeng.

Sugeng menambahkan, penambangan batuan dan non-mineral ini perlu diawasi secara bersama. Masalah tumpang tindih penerbitan izin juga banyak mengemuka. Diharapkan dengan adanya pendelegasian kewenangan ke pemda maka binwas akan lebih efisien.

Penjabat Sekda Provinsi Sumut, Afifi Lubis menjelaskan kondisi pertambangan Sumut dari hasil pendataan lapangan melalui aparat di Pemprov Sumut.

Dikatakan, terdapat 311 izin usaha pertambangan (IUP) yang tersebar di 23 kab/kota dengan total luas wilayah 4.647,06 hektar. Dari luasan itu, terdapat 11 jenis izin utama IUP komoditas dan yang paling tinggi adalah jenis kerikil berpasir alami atau sirtu.

“Memang kondisi pengambilan pasir bersirtu, pengambilan tanah dan sebagainya banyak menimbulkan permasalahan. Kita sama-sama tahu di kabupaten Langkat sebagaimana disampaikan oleh Bupati, lebih banyak memberi mudhorot atau kerugian daripada manfaat. Hancurnya sarana, prasarana dan infrastruktur jalan sebagai dampak pengambilan galian C,” katanya.

Dari gambaran tersebut, Afifi menjelaskan, sesuai pemantauan tahun 2020 dan mungkin berubah saat ini, terdapat total 222 usaha galian C yang tidak berizin yang tersebar di 20 Kab/Kota di Sumut. Dari jumlah galian tak berizin itu, 50 persen di antaranya merupakan komoditas batuan walaupun ada juga mineral logam dan batuan.

Direktur Pendapatan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemdagri Hendriwan menjelaskan keterkaitan penyelenggaraan pertambangan mineral bukan logam dan batuan (MBLB) dan pemungutan pajak MBLB.

Pertama, dalam hal kabupaten/ kota menemukan kegiatan pertambangan dilaksanakan di luar wilayah pertambangan agar menghentikan pelaksanaan kegiatan pertambangan dan menghentikan pemungutan pajak MBLB.

“Kedua, dalam hal kabupaten/ kota menemukan kegiatan pertambangan dilaksanakan di dalam wilayah pertambangan, namun tanpa izin agar kegiatan tetap dapat dilakukan, dengan berkoordinasi dengan provinsi untuk percepatan pengurusan izin dan pajak MBLB tetap dapat dipungut. Wilayah pertambangan ditentukan oleh pemda,” saran Hendriwan.

Sedangkan, Kasubdit Pengembangan Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Fadliya menyampaikan bahwa sepanjang syarat objektif dan subjektif pajak sudah jelas, sudah dapat dikenakan pajak.

Menurutnya, dasar pengenaan MBLB yaitu yang di mulut tambang, bukan dari pemanfaatan yang sudah melalui proses. Yang dikecualikan, katanya, adalah yang nyata tidak komersial.
Sementara itu, Kepala BPKAD Provinsi Sumut Ismail Sinaga menyampaikan permasalah ini sudah berlarut-larut tanpa ada penyelesaian konkrit.

Dirinya menganggap ada yang salah dengan regulasi dan kebijakan MBLB dan meyakini persoalan ini sudah menjadi masalah skala nasional, karena sudah membawa dampak buruk bukan saja bagi lingkungan, ekonomi, sosial masyarakat tapi juga bagi citra dan pendapatan pemda.

“Kita harus dudukkan masalah ini secara nasional. Kabupaten/kota menjadi ragu mengambil tindakan. Semua seolah-olah menjadi ilegal. Saya juga titip agar pusat memperhatikan prinsip keadilan dan keberimbangan dengan daerah dalam merevisi kebijakan,” kata Ismail.

Atas dasar itu, KPK meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menyelesaikan dan mengumumkan regulasi soal pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, wilayah pertambangan, dan pembinaan dan pengawasan serta reklamasi dan pascatambang yang merupakan turunan dari UU No. 3 tahun 2020 sesuai amanat UU ini yaitu satu tahun sejak diundangkan.

KPK juga meminta Gubernur Sumut bersurat kepada pemerintah pusat atau Kemdagri untuk mendapatkan pedoman sebagai pegangan pemda terutama di masa transisi kewenangan perizinan.

“Dan ketiga, meminta pemda menyelesaikan inventarisasi aktivitas galian C atau MBLB yang belum berizin sebagai bahan pembenahan dan pembahasan permasalahan di tingkat nasional yang akan dijadwalkan,” kata Didik.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya