Ini Pentingnya Remaja Mengetahui Isu Stunting Sebelum Menikah

Kamis, 24/06/2021 22:38 WIB

Jakarta, Jurnas.com -  Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menjelaskan, dalam upaya pencegahan stunting, sasaran prioritas masih fokus pada kelompok ibu hamil dan ibu menyusui serta pada anak usia kurang dari dua tahun (baduta).

"Sasaran ini dimaksud sebagai sasaran yang tepat bagi program percepatan perbaikan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)," jelas Hasto pada kegiatan yang dilaksanakan secara virtual Webinar Hari Keluarga Nasional Ke-28 dengan tema Sobat Milenial, Yuks Cegah Stunting.

"Intervensi juga dilakukan mulai dari ibu hamil, bahkan pada wanita (Remaja perempuan) yang belum menikah, agar mendapat gizi yang cukup dan tidak terjadi anemia atau terkena penyakit lain, serta promosi dan KIE 1000 HPK pada Baduta dan Balita," sambungnya.

Menurut Hasto, remaja sebagai salah satu kelompok potensial yang perlu juga dilibatkan dalam berbagai program pencegahan stunting. Remaja sangat penting diedukasi terkait isu stunting, karena stunting adalah sebuah siklus.

"Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja akan berisiko punya anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus berputar. Siklusnya dimulai dengan kondisi kesehatan remaja putri. Maka masalah stunting harus jadi perhatian sejak remaja. Harapannya agar mereka menjaga asupan gizi, karena remaja adalah calon orang tua," ujar Hasto.

Data Riskesdas 2018 menunjukkan, 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen remaja usia 16-18 berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus.

Hasil Global Health Survei 2015 menunjukkan, penyebab tingginya angka stunting antara lain karena remaja jarang sarapan, dan 93 persen kurang makan serat sayur buah. Ditambah angka pernikahan remaja di Indonesia tinggi, padahal hal ini berkontribusi pada kejadian stunting.

"Remaja belum paham tentang pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan menjadi ibu. Karena itu melibatkan remaja dalam penanggulangan stunting menjadi penting dikarenakan remaja berada di garis depan dalam inovasi dan sebagai agen perubahan," ujar Hasto.

Menurut Hasto, mencegah stunting sejak calon pengantin merupakan kelompok usia subur dapat menjadi sasaran paling strategis untuk program intervensi gizi prakonsepsi, karena mereka adalah kelompok yang siap untuk hamil.

Oleh karena itu, akan lebih efektif jika program intervensi untuk mencegah stunting dilakukan pada kelompok ini. Program intervensi gizi prakonsepsi sesungguhnya dapat dilakukan melalui layanan pranikah.

"Bayi lahir yang sehat merupakan modal awal untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang unggul di masa depan serta terbebas dari masalah stunting. Stunting yang terjadi pada masa balita merupakan kantong dari berbagai masalah kesehatan, terutama timbulnya berbagai penyakit kronis yang berkaitan dengan gizi yang timbul kelak ketika mereka dewasa, sehingga menjadi beban pembiayaan bagi negara," ujarnya.

"Karena itu, mari bersama-sama mencegah stunting melalui pendampingan calon pengantin, ibu hamil maupun keluarga demi lahirnya bayi yang sehat," sambungnya.

Sebagai informasi, gerdasarkan Laporan Global Nutrition Report 2016 mencatat, prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Target penurunan prevalensi stunting di Indonesia diselaraskan dengan target global, yaitu target World Health Assembly (WHA) untuk menurunkan prevalensi stunting sebanyak 40 persen pada 2025 dari kondisi 2013.

Sebagaimana diketahui dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 bahwa penurunan prevalensi Stunting Balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018).

Selain itu, target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) adalah menghapuskan semua bentuk kekurangan gizi pada tahun 2030. Sedangkan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, saat ini telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8% pada tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67% tahun 2019.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya