Komunitas Myanmar Kecam Kudeta Lewat Lagu Perjuangan

Minggu, 21/03/2021 18:44 WIB

Taipei, Jurnas.com - Ratusan orang dari komunitas Myanmar di Taiwan berunjuk rasa di Taipei tengah pada Minggu (21/3). Mereka mengecam kudeta militer di Myanmar lewat lagu-lagu perjuangan, dan memegang mawar putih dan merah sebagai simbol duka bagi demonstran yang meninggal.

Taiwan adalah rumah bagi sekitar 40.000 orang yang berasal dari Myanmar, yang sebagian besar adalah etnis Tionghoa.

Beberapa adalah keturunan pasukan Nasionalis yang terperangkap di Myanmar, kemudian disebut Burma, pada akhir perang saudara China pada tahun 1949. Yang lainnya datang baru-baru ini, melarikan diri dari penindasan dan sentimen anti-China.

Mengenakan pakaian putih, warna berkabung, memegang foto pemimpin yang ditahan Aung San Suu Kyi dan tanda-tanda mengutuk kudeta, sekitar 400 orang memprotes di Lapangan Liberty Taipei, sebagian besar warga Sino-Burma tetapi juga warga non-China Myanmar, Taiwan dan Hong Kong.

"Orang-orang di Myanmar sekali lagi dipaksa untuk hidup di bawah bayang-bayang gelap rezim militer. Sebagai seorang emigran dari Myanmar, hari ini kami berkumpul di sini untuk memberikan penghormatan kepada rekan senegara kami dan para pahlawan yang jatuh," kata Thomas Chen, 28, seorang guru asal Myanmar kelahiran Yangon di Universitas Soochow Taipei, dikutip dari Reuters.

Massa aksi menyanyikan lagu `Kami Tidak Akan Puas Sampai Akhir Dunia`, lagu berbahasa Burma dari pemberontakan prodemokrasi tahun 1988 di negara itu.

Hung Sun-han, seorang anggota parlemen untuk Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di Taiwan, mengkritik China karena mendukung kudeta tersebut. Beijing membantahnya, meskipun banyak orang di Myanmar memandang China mendukung junta yang merebut kekuasaan pada 1 Februari.

"Kami tahu di balik kudeta militer ini ada kekuatan dari Komunis China. Ini adalah hal yang paling tidak disukai orang," kata Hung kepada pengunjuk rasa.

Minggu lalu terjadi serangan pembakaran terhadap 32 perusahaan yang diinvestasikan China di pinggiran Yangon dari Hlaingthaya.

"Banyak etnis Tionghoa di jalan-jalan memprotes kudeta," ujar Wei Lin, yang hidup melalui kerusuhan anti-Tionghoa di Yangon pada 1967.

"Orang-orang tahu bagaimana membedakan antara Tionghoa-Burma dan pemerintah Tiongkok," lanjut dia.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya