Jum'at, 05/02/2021 07:29 WIB
New York, Jurnas.com - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kudeta militer baru-baru ini di Myanmar dan menyerukan pembebasan semua tahanan, termasuk pemimpin negara Asia Tenggara itu, Aung San Suu Kyi.
Dilansir dari Press TV, DK PBB menyuarakan keprihatinannya dalam sebuah pernyataan yang ditulis Inggris pada Kamis (4/2), tetapi tidak lagi mengutuk kudeta tersebut seperti yang digambarkan dalam draf pertama selama pertemuan darurat yang diadakan Selasa (2/2).
Dalam pertemuan itu, DK PBB gagal meraih persetujuan membuat pernyataan bersama karena China dan Rusia tidak mendukung. Pernyataan selanjutnya juga mendukung kembalinya dialog dan proses demokrasi di Myanmar.
Seorang junta, yang dipimpin Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, mengambil alih negara itu Senin (1/2) pagi setelah menahan Suu Kyi, Presiden Win Myint serta tokoh-tokoh senior lainnya dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa melalui sebuah kudeta.
Permohonann Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB Dibahas DK Bersama Komite
HNW: Gencatan Senjata di Gaza Harus Segera Dilaksanakan
Serangan Udara Rusia ke Ukraina Menuai Kritik pada Pertemuan DK PBB
Junta, yang telah mengumumkan keadaan darurat satu tahun di seluruh negeri, mengklaim bahwa mereka merebut kekuasaan setelah menemukan kecurangan yang meluas dalam pemilihan umum yang diadakan tiga bulan lalu ketika NLD Suu Kyi menang telak.
Kemudian pada Senin (1/2), para pemimpin kudeta mengumumkan bahwa junta telah mencopot 24 menteri dan deputi dan menunjuk 11 pengganti dalam apa yang disebut pemerintahan baru.
Penggantinya, menurut pengumuman itu, akan ditempatkan pada portofolio Kementerian Keuangan, Kesehatan, Penerangan, Luar Negeri, Pertahanan, Perbatasan, dan Dalam Negeri.
Suu Kyi telah meminta orang-orang di Myanmar untuk menolak kudeta.
Negara Asia Tenggara, yang juga dikenal sebagai Burma, diperintah oleh angkatan bersenjata hingga 2011, ketika Suu Kyi mengakhiri pemerintahan militer dan memperkenalkan reformasinya.
Suu Kyi, yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 30 tahun lalu, menghadapi pengawasan internasional atas dukungannya terhadap tindakan keras militer terhadap Muslim Rohingya di negara bagian barat Rakhine.
Dia membela kekejaman militer terhadap orang-orang Rohingya di pengadilan tinggi PBB di Den Haag pada Desember 2019.
Keyword : DK PBBMiliter MyanmarAung San Suu Kyi