Selasa, 13/10/2020 09:01 WIB
Paris, Jurnas.com - Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases mengatakan, pasien COVID-19, mungkin mengalami gejala yang lebih parah pada kali kedua mereka terinfeksi.
Penelitian tersebut memetakan kasus infeksi ulang COVID-19 pertama yang dikonfirmasi di Amerika Serikat (AS), negara yang paling parah terkena pandemi dan menunjukkan bahwa paparan virus mungkin tidak menjamin kekebalan di masa depan.
Pasien, seorang pria Nevada berusia 25 tahun, terinfeksi dengan dua varian SARS-CoV-2 yang berbeda, virus yang menyebabkan COVID-19, dalam jangka waktu 48 hari. Infeksi kedua lebih parah daripada yang pertama, mengakibatkan pasien dirawat di rumah sakit dengan bantuan oksigen.
Makalah itu mencatat empat kasus infeksi ulang lainnya yang dikonfirmasi secara global, dengan masing-masing satu pasien di Belgia, Belanda, Hong Kong dan Ekuador.
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Dwayne Johnson Rahasiakan Pilihannya untuk Pilpres 2024 AS Mendatang
Film Badarawuhi Di Desa Penari Tayang di USA, Ini Harapan Produser Manoj Punjabi
Para ahli mengatakan kemungkinan infeksi ulang dapat berdampak besar pada bagaimana dunia berjuang melawan pandemi, terutama vaksin.
"Kemungkinan infeksi ulang dapat memiliki implikasi signifikan bagi pemahaman kita tentang kekebalan COVID-19, terutama dengan tidak adanya vaksin yang efektif," kata Mark Pandori, dari Laboratorium Kesehatan Masyarakat Negara Bagian Nevada dan penulis utama studi.
"Kami membutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami berapa lama kekebalan dapat bertahan bagi orang yang terpapar SARS-CoV-2 dan mengapa beberapa dari infeksi kedua ini, meski jarang, muncul sebagai lebih parah."
Vaksin sebenarnya memicu respons kekebalan alami tubuh terhadap patogen tertentu, mempersenjatai dengan antibodi untuk melawan gelombang infeksi di masa depan. Tetapi sama sekali tidak jelas berapa lama antibodi COVID-19 bertahan.
Untuk beberapa penyakit, seperti campak, infeksi memberikan kekebalan seumur hidup. Untuk patogen lain, kekebalan mungkin cepat berlalu.
Untuk kasus studi di AS, peneliti mengatakan pasien itu bisa saja terpapar virus lebih banyak untuk kedua kalinya atau lebih ganas, sehingga memicu reaksi yang lebih parah.
Dalam komentar terkait dengan makalah The Lancet, seorang profesor imunobiologi dan biologi molekuler di Universitas Yale, Prof. Akiko Iwasaka, mengatakan bahwa temuan tersebut dapat memengaruhi langkah-langkah kesehatan masyarakat.
"Dengan semakin banyaknya kasus infeksi ulang yang muncul, komunitas ilmiah akan memiliki kesempatan untuk lebih memahami korelasi perlindungan dan seberapa sering infeksi alami dengan SARS-CoV-2 menyebabkan tingkat kekebalan itu," kata peneliti yang tak terlibat dalam penelitian itu.
"Informasi ini adalah kunci untuk memahami vaksin mana yang mampu melewati ambang itu untuk memberikan kekebalan individu dan kelompok." (AFP)
Keyword : Pasien COVId-19Amerika SerikatSARS-CoV-2