Jum'at, 30/09/2016 22:20 WIB
Yogyakarta - Jika dihitung dari masa Kolonisasi 1905, transmigrasi mempunyai sejarah panjang dalam memberikan kontribusi membangun Indonesia dari pinggiran. Setelah Kemerdekaan, pada tanggal 12 Desember 1950 diselenggarakan kembali pemindahan penduduk dari Kedu Jawa Tengah ke Gedong Tataan Lampung. Pemindahan kembali penduduk setelah kemerdekaan itu kemudian diperingati menjadi Hari Bakti Transmigrasi (HBT), melalui Keputusan Menteri Transmigrasi Nomor: KEP.264/MEN/184 tanggal 23 November 1984.
Sebelumnya, pada tanggal 23 Februari 1947 di Yogyakarta, didepan peserta Rapat Panitia Pemikir Siasat Ekonomi (sekarang BAPPENAS), Wakil Presiden Bung Hatta menyatakan bahwa Transmigrasi dimaksudkan untuk mendukung industrialisasi di luar Jawa, karena pada umumnya penduduk yang dipindahkan tersebut mempunyai kemampuan dan ketrampilan lebih baik.
Terapkan Kebijakan Berbasis Desa, Gus Halim Apresiasi Pemprov Bangka Belitung
Gus Halim: Desa Ujung Tombak Ketahanan Pangan Nasional
Gus Halim Minta Desa di Kawasan Pertambangan Kembangkan Potensi Sektor Lain
2. Dengan perubahan istilah Nasional, maka transmigrasi merupakan program bersifat nasional, milik dan menjadi bagian dari publik. Hal ini untuk menjawab tuduhan bahwa transmigrasi selama ini terkesan milik suku, agama, dan budaya tertentu
3. Meneguhkan kembali semangat Nasionalisme transmigrasi sebagaimana diuraikan dalam pidato Bung Karno pada tanggal 28 Desember 1964, bahwa transmigrasi adalah soal mati hidup Bangsa Indonesia.
Acara FGD yang digelar 30 September 2016 di Yogyakarta itu dihadiri oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sanjoyo, BSEE, MBA. sekaligus bertindak sebagai keynote Speech bersama Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwana X yang diwakili oleh Sekda DIY. Ir. Rani Syamsinarsi, MT.Dalam keynote speechnya menteri desa menyebutkan, di Indonesia terdapat 74 ribu lebih desa. Kehadiran kementerian desa PDTT mengemban tanggungjawab mempercepat pembangunan desa-desa, daerah tertinggal dan pulau-pulau terdepan, sejalan dengan visi Nawacita butir KE 3.
Ada pun Prof. Dr. Sri Edi Swasono memberikan orasi ilmiah berjudul Ekonomi Kerakyatan dan Transmigrasi.
Dalam orasinya Prof. Dr. Sri Edi Swasono menyebutkan bahwa krisis pangan yang terjadi di Indonesia saat ini akibat dari kelalaian pemerintah terhadap eksistensi program transmigrasi sejak tahun 1998.
Lebih lanjut Prof. Dr. Sri Edi Swasono menyatakan revitalisasi program transmigrasi akan dapat membantu mengatasi krisis pangan.
Sementara itu Prof. Dr. Suratman, MSc wakil rector UGM Bidang penelitian dan pengabdian masyarakat menyampaikan transmigrasi merupakan bagian dari proses pembangunan Indonesia masa depan.
Menanggapi kajian Wakil Rektor UGM tersebut, mantan menteri transmigrasi Dr.(Hc) Ir. Siswono Yudohusodo menyatakan, saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara importir pangan terbesar. Sebuah ironi bagi sebuah Negara yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia melimpah.
Mantan menteri transmigrasi itu mendukung dikukuhkannya Hari Tranmigrasi Nasional, sebagai penanda dimulainya revitalisasi program transmigrasi dalam rangka menjawab tantangan kebutuhan pangan bagi bangsa Indonesia dimasa mendatang.
Dalam diskusi lanjutan dihadirkan pula sejumlah nara sumber dari kalangan akademisi, seperti Prof. Drs. Purwo Santoso, MA, Ph.D, Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. dan Prof. Dr. Susetiawan, SU Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan serta sejumlah pakar dibidang sejarah maupun ahli dibidang ekonomi kerakyatan.Keyword : Menteri Desa Eko Putro Sandjojo Transmigrasi