Selasa, 15/09/2020 09:10 WIB
Chicago, Jurnas.com - AstraZeneca masih menunda uji coba vaksin virus corona (COVID-19) di Amerika Serikat (AS). Produsen tersebut masih menunggu hasil penyelidikan AS terhadap efek samping yang serius terhadap relawan yang divaksinasi di Inggris.
Dilansir dari Reuters, AstraZeneca pada Sabtu (12/9) mengatakan telah memulai kembali uji coba di Inggris setelah regulator menyelesaikan peninjauan efek samping yang serius pada satu relawan uji coba di sana.
Ini adalah indikasi pertama bahwa uji coba AS akan tetap ditunda sampai Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) dan panel keamanan menyelidiki kasus tersebut.
Pendaftaran dalam uji coba global vaksin perusahaan, yang dikembangkan bersama para peneliti di Universitas Oxford, dihentikan sementara pada 6 September.
BPOM Pastikan AstraZeneca Tidak Lagi Dipergunakan di Indonesia
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Dwayne Johnson Rahasiakan Pilihannya untuk Pilpres 2024 AS Mendatang
Sumber mengatakan kepada Reuters, pendaftaran pasien baru dan prosedur uji coba lainnya untuk uji coba AS yang penting dijadwal ulang hingga setidaknya pertengahan minggu dan tidak jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan FDA untuk menyelesaikan penyelidikannya.
Penundaan yang berkepanjangan dalam uji coba AS dapat memperlambat akses ke vaksin di Negeri Paman Sam.
Efek samping di Inggris melibatkan pasien penelitian yang diduga menderita gangguan inflamasi tulang belakang langka yang disebut myelitis transversal.
Seorang juru bicara AstraZeneca menolak berkomentar tentang kapan persidangan AS akan dilanjutkan. Ia mengatakan dalam email, perusahaan akan terus bekerja dengan otoritas kesehatan di seluruh dunia, termasuk FDA, dan dipandu kapan uji klinis lain dapat dilanjutkan.
Status uji coba di Afrika Selatan dan India tetap tidak diketahui, tetapi uji coba di Brasil juga telah dimulai kembali. Perusahaan belum mengomentari waktu dimulainya kembali di bagian lain dunia selain Inggris.
Pemerintah di seluruh dunia sangat membutuhkan vaksin untuk membantu mengakhiri pandemi, yang telah menyebabkan lebih dari 900.000 kematian dan kekacauan ekonomi global. (Reuters)