Turki Putus Pasokan Air Hasakah, Suriah Desak PBB Turun Tangan

Sabtu, 22/08/2020 20:03 WIB

Damaskus, Jurnas.com - Pemerintah Suriah mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera turun tangan dan mengambil semua tindakan untuk menghentikan keputusan pasukan militer Turki memutus pasokan air bagi ribuan orang di provinsi timur laut Suriha, Hasakah.

Hal itu disampaikan perwakilan permanen Suriah untuk PBB, Bashar al-Jaafari kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres lewat sambungan telepon denganpada Jumat (21/8).

Jaafari memperingatkan akan  bencana kondisi kehidupan di kota Hasakah, dan menekankan bahwa pemutusan pasokan air merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Jaafari menambahkan, pasukan Turki menggunakan air sebagai senjata melawan penduduk setempat, dengan alasan bahwa pasukan yang mengendalikan stasiun air Allouk telah memutus pasokan air ke Hasakah dan pedesaannya lebih dari 15 kali selama beberapa hari terakhir.

Ia kemudian menyatakan keprihatinan serius atas situasi tak tertahankan di Hasakah di tengah kondisi cuaca yang terik dan pandemi virus corona (COVID-19), berharap badan dunia itu akan campur tangan dan menghentikan tragedi yang sedang berlangsung di Hasakah.

Sementara itu, Guterres mengatakan menyadari situasi di Hasaka dan telah menugaskan tim PBB di Suriah serta Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat

Selain itu, Guterres juga mengaku sudah memerintahkan untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada semua orang yang terkena dampak sampai stasiun pompa Allouk beroperasi kembali.

Ia mengatakan akan mengerahkan upaya terbaiknya dengan menghubungi pemerintah Turki dan pihak terkait lainnya untuk menyelesaikan masalah ini secepat mungkin.

Guterres melanjutkan dengan mengatakan dia akan menugaskan Pedersen untuk mengadakan pertemuan terpisah dengan duta besar AS, Rusia dan Turki di Jenewa pada hari Senin untuk membahas masalah tersebut.

Pada 9 Oktober 2019, pasukan Turki dan militan yang didukung Ankara melancarkan invasi lintas batas yang telah lama terancam ke Suriah timur laut dalam upaya untuk mendorong militan Kurdi yang berafiliasi dengan Unit Perlindungan Rakyat (YPG) menjauh dari daerah perbatasan.

Ankara memandang YPG, yang didukung oleh Gedung Putih, sebagai organisasi teroris yang terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah mencari wilayah otonom Kurdi di Turki sejak 1984.

Dua minggu setelah invasi dimulai, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Recep Tayyip Erdogan dari Turki menandatangani nota kesepahaman yang menegaskan YPG harus menarik diri dari "zona aman" yang dikuasai Turki di timur laut Suriah dalam waktu 150 jam, setelah itu Ankara dan Moskow akan menjalankan patroli bersama di sekitar area. Patroli tersebut diserang oleh militan sejak saat itu. (Press TV)

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya