AS dan Sekutunya Sesalkan UU Keamanan Baru China untuk Hong Kong

Rabu, 01/07/2020 07:30 WIB

Beijing, Jurnas.com - Pengesahan undang-undang (UU) keamanan nasional China untuk Hong Kong mengundang kecaman internasional. Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Asia dan Barat mengkritik langkah yang menandai era yang lebih otoriter untuk bekas jajahan Inggris itu.

UU baru yang disahkan Selasa (30/6) di Beijing oleh Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional China itu secara umum menyerukan pemerintah pusat di Beijing mendirikan kantor keamanan nasional di Hong Kong, untuk menghadapi subversi terhadap kekuasaan negara, terorisme, separatisme dan kolusi dengan kekuatan asing.

"Karena Beijing sekarang memperlakukan Hong Kong sebagai `Satu Negara, Satu Sistem,` demikian pula Amerika Serikat," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Ullyot dalam sebuah pernyataan. "Kami mendesak Beijing untuk segera membalikkan haluan."

"AS akan terus mengambil tindakan keras terhadap mereka yang meredam kebebasan dan otonomi Hong Kong," tambahnya.

Ketua DPR AS, Nancy Pelosi menyerukan sanksi dan langkah-langkah lain terhadap China, mengatakan hukum "brutal" akan "menakut-nakuti, mengintimidasi dan menekan" mereka yang secara damai mencari kebebasan.

China mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk mengatasi pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing menyusul protes anti-pemerintah yang meningkat pada Juni tahun lalu dan menjerumuskan kota ke dalam krisis terbesar dalam beberapa dekade.

Tetapi Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab menyebut undang-undang itu sebagai langkah serius, mengatakan China memilih untuk melanggar janjinya kepada orang-orang Hong Kong. "Inggris tidak akan berpaling dari komitmennya ke Hong Kong," kicaunya.

Inggris dan sekitar dua puluhan negara Barat mendesak China untuk mempertimbangkan kembali UU itu, dengan mengatakan Beijing harus mempertahankan hak untuk berkumpul dan kebebasan pers di bekas jajahan Inggris.

"Kami ingin menyampaikan keprihatinan mendalam kami pada pengenaan UU keamanan nasional di Hong Kong yang merusak `Satu Negara, Dua Sistem`, dan memiliki implikasi yang jelas untuk hak asasi manusia,"  kata Duta Besar Inggris untuk PBB di Jenewa, Julian Braithwaite, kepada Dewan HAM PBB.

Braithwaite berbicara atas nama 27 negara, banyak dari mereka adalah anggota Uni Eropa, serta Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru dan Swiss.

Pihak berwenang di Beijing dan Hong Kong telah berulang kali mengatakan undang-undang itu tidak akan memengaruhi hak dan kebebasan Hong Kong, atau kepentingan investor.

Terlepas dari jaminan tersebut, Uni Eropa memperingatkan konsekuensi serius atas undang-undang tersebut, yang oleh para aktivis demokrasi, diplomat, dan beberapa bisnis mengatakan akan membahayakan status semi-otonom Hong Kong dan perannya sebagai pusat keuangan global.

"Kami menyesalkan keputusan itu," kata Presiden Dewan Uni Eropa, Charles Michel pada konferensi pers, Selasa (30/6). "Undang-undang ini berisiko sangat merusak otonomi tinggi Hong Kong dan berdampak buruk pada independensi peradilan dan supremasi hukum."

Pekan lalu, Parlemen Eropa mendesak blok itu untuk membawa persoalan Tiongkok ke Mahkamah Internasional di Den Haag, badan hukum tertinggi PBB, jika itu dilanjutkan.

Di Tokyo, pejabat tinggi pemerintah juga menyesalkan UU tersebut. Mereka mengatakan, UU itu merusak kredibilitas dalam formula "satu negara, dua sistem". (Press TV)

TERKINI
Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Resmi Pakai Rompi Tahanan KPK Ini Tips Agar Makin Aman dari Kejahatan Seksual di Dunia Digital DPR Dorong Peningkatan Anggaran di Ditjen PSDKP Cegah Illegal Fishing Cegah Salah Sasaran, Pemerintah Diminta Segera Benahi Distribusi KIP Kuliah