Rabu, 18/12/2019 07:30 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev menambah daftar warga Ukraina yang menjadi sasaran tindakan ekonomi khusus oleh Rusia, sesuai dengan perintah pemerintah 16 Desember yang dipublikasikan di situs web informasi hukum resmi negara tersebut.
Menurut dokumen itu, sembilan orang lagi dimasukkan dalam daftar, sementara dua orang Ukraina dihapus. Karena itu, sekarang sekitar 570 orang dikenai sanksi.
Dilansir Tass, pada tanggal 1 November 2018, Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev menandatangani perintah pemerintah yang menerapkan dekrit presiden yang bertujuan memperkenalkan "pembatasan ekonomi setelah tindakan tidak ramah Ukraina terhadap individu dan perusahaan Rusia."
Dokumen itu menampar pembatasan pada 322 orang Ukraina dan 68 perusahaan. Langkah-langkah terhadap individu termasuk pemblokiran dana nontunai, sekuritas dan properti tidak bersertifikat di Rusia dan larangan penarikan modal dari Rusia.
Khawatir Sanksi AS, Bank Besar China Batasi Pembayaran Transaksi Perusahaan ke Rusia
Dukung Persenjataan Ukraina, Uni Eropa akan Alihkan Keuntungan dari Aset Rusia
UE akan Setujui Sanksi Baru terhadap Rusia atas Kematian Kritikus Navalny
Pada Desember 2018, daftar awal diperluas. Perdana menteri kemudian mengklarifikasi bahwa "itu dilakukan untuk melindungi kepentingan negara Rusia, perusahaan dan warga negara Rusia."
Larangan impor Ukraina ke Rusia
Pemerintah Rusia telah memperluas daftar barang Ukraina, yang dilarang untuk diimpor ke Rusia. Keputusan yang relevan telah dipublikasikan di situs web informasi hukum resmi.
Menurut keputusan tersebut, barang-barang yang dilarang untuk diimpor termasuk tepung jagung, glukosa dan fruktosa, saluran udara medis, tabung, bantalan pemanas, kateter, tourniquets hemostatik, dan sejumlah perangkat medis lainnya.
Larangan ini juga berlaku untuk radiator, boiler pemanas sentral dan bagian pompa cair. Daftar produk yang dilarang untuk diekspor dari Rusia ke Ukraina dilengkapi dengan kertas daur ulang atau kertas karton.
Keyword : Sanksi RusiaWarga Ukraina