Turki Ancam Veto Rencana Pertahanan NATO di Negara Baltik

Selasa, 03/12/2019 18:01 WIB

Ankara, Jurnas.com - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengancam akan memveto rencana pertahanan NATO untuk di Baltik dan Polandia jika aliansi militer gagal mengidenfikasi kelompok-kelompok yang dianggap Ankara sebagai teroris.

Pernyataan Erdogan itu disampaikan sebelum bertolak dari Ankara untuk KTT peringatan 70 tahun NATO di London, Selasa (3/12)

Erdogan mengatakan sudah berbicara lewat telepon dengan rekannya dari Polandia, Andrzej Duda, dan setuju untuk bertemu dengannya serta para pemimpin negara-negara Baltik di London untuk pembicaraan mengenai rencana tersebut.

"Dengan senang hati, kita bisa berkumpul dan membahas masalah ini di sana juga," kata Erdogan.

"Tetapi jika teman-teman kita di NATO tidak mengakui sebagai organisasi teroris yang kita anggap organisasi teroris ... kita akan menentang setiap langkah yang akan diambil di sana," sambungnya.

Utusan NATO membutuhkan persetujuan resmi oleh semua 29 anggota untuk inisiatif Baltik, yang dimaksudkan untuk mempertahankan tiga negara Baltik, Estonia, Latvia dan Lithuania  dan Polandia terhadap dugaan ancaman dari Rusia.

Sumber keamanan Turki mengatakan, negaranya tidak memeras NATO dengan penolakannya terhadap rencana tersebut, dan menekankan bahwa Ankara memiliki hak veto penuh untuk setiap proposal dalam aliansi tersebut.

"NATO adalah lembaga di mana Turki memiliki hak veto penuh, secara politik dan militer, dan ada prosedur di sini. Tidak ada yang namanya pemerasan Turki - pernyataan seperti itu tidak bisa diterima," katanya.

Turki, kekuatan militer terbesar kedua NATO, menginginkan aliansi untuk secara resmi mengklasifikasikan YPG yang dipimpin Kurdi, komponen utama Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS, sebagai kelompok teroris.

Ankara geram atas dukungan negara-negara anggota NATO untuk YPG, yang menurut Turki terkait dengan militan Kurdi yang mencari otonomi.

Di sela-sela KTT NATO, Erdogan akan menghadiri pertemuan empat arah dengan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Selasa.

Selama pertemuan itu, pemimpin Turki diperkirakan akan menuntut agar Eropa mendukung rencananya untuk "zona aman" di Suriah utara.

Ia juga akan meminta sumbangan Uni Eropa untuk rekonstruksi Suriah utara. Ia mengeluh karena Turki dibiarkan sendirian dalam perang melawan teror, terutama terhadap YPG.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya