Kamis, 24/10/2019 11:50 WIB
New York, Jurnas.com - Pejabat PBB mengatakan, sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran memperburuk situasi hak asasi manusia yang sudah buruk di negara itu. Hukuman tersebut membuat masyarakat awam kesulitan mencari pekerjaan dan kekurangan.
Saat berbicara kepada komite PBB di New York pada Rabu, Javaid Rehman, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Iran, mengatakan, sanksi AS menimbulkan kekacauan pada kehidupan rakyat Iran.
"Selama setahun terakhir, sejumlah faktor yang menekan telah berdampak negatif terhadap situasi hak asasi manusia secara keseluruhan di Republik Islam Iran," kata Rehman.
Ia mengatakan situasi ekonomi di Iran terus menurun dan diperburuk oleh dampak sanksi dengan konsekuensi serius bagi realisasi hak-hak ekonomi dan sosial.
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Dwayne Johnson Rahasiakan Pilihannya untuk Pilpres 2024 AS Mendatang
Film Badarawuhi Di Desa Penari Tayang di USA, Ini Harapan Produser Manoj Punjabi
Rehman mengungkapkan bahwa penerapan kembali sanksi AS telah mencekik ekonomi Iran, membuat negara itu kesulitan mengakses pasokan medis yang sangat dibutuhkan dan memperburuk tingkat pengangguran yang sebelumnya sudah tinggi.
Ia juga menyoroti tingginya jumlah eksekusi di Iran, termasuk anak-anak, serta penganiayaan terhadap warga Arab Ahwaz, Turki Azerbaijan, Kurdi dan kelompok agama dan etnis minoritas lainnya.
Presiden AS Donald Trump menarik Washington dari kesepakatan nuklir multinasional 2015 dengan Iran dan menerapkan kembali sanksi penuh terhadap Teheran tahun lalu sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum untuk mengubah perilaku elit penguasa negara itu.
Perwakilan khusus pemerintahan Trump untuk Iran Brian Hook mengatakan bahwa makanan dan impor medis dibebaskan dari sanksi.
Tetapi, menurut Rehman, kurangnya akses ke pasar global menyebabkan Iran kekurangan sejumlah pasokan medis.
Presiden Iran Hassan Rouhani dan telah menyampaikan keluhan tentang dampak kemanusiaan dari sanksi terhadap warga Iran dan keprihatinan yang dibenarkan oleh pejabat PBB itu menimbulkan pertanyaan yang mengganggu tentang kebijakan AS. (AS)