Sabtu, 25/05/2019 18:59 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) menyoroti tindakan represif pemerintah dan aparat dalam menangani kerusuhan pada aksi 21-23 Mei 2019 yang berujung maut.
"Kalau perang saja punya etika, kenapa aksi unjuk rasa tidak," tegas Pendiri dan Dewan Penasehat MER-C, Joserizal Jurnalis alam konferensi pers "Catatan Aksi Massa 21 - 23 Mei 2019 dari Sisi Medis dan Kemanusiaan" di Sekretariat MER-C, Jl. Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Sabtu (25/5).
Dalam kesempatan tersebut, Joserizal juga menunjukkan temuan peluru tajam yang ditemukan relawan MER-C di lokasi kerusuhan pada aksi 21-23 Mei 2019. Konon tima panas itu ditembakkan aparat ke korban.
Selain itu, Ia juga menyebut ada peluru yang diperoleh dari salah satu rumah sakit yang melakukan operasi pada korban. Sayangnya, Joserizal tidak ingin banyak bicara soal dimana peluru itu ditemukan dan rumah sakit serta korbannya.
MER-C Berhasil Memasukan Bantuan Indonesia ke Gaza
MER-C: Hari Nakba Harus Jadi Jadi Libur Nasional
MER-C Harap PJMI Suarakan Kepedulian Korban Gempa Turki Secara Masif
"Ini timah dari senjata mungkin Revolver ini diambil pasien operasi dan relawan ya. Ditemukan peluru tajam dimana di lokasi, jangan lah disebutkan," ucapnya.
Atas temuan itu, Joserizal mengatakan pihaknya akan membawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pria kelahiran Padang, 11 Mei 1963 menyebut permasalahan terkait adanya peluru tajam ini sifatnya universal dan tidak dibatasi negara.
"Kita akan lompat ke luar karena sifatnya universal tidak dibatasi negara dan bangsa yang mengurus United Nation pengadilan internasional," tuturnya.
Sejak 21-23 Mei, MER-C, sebagai lembaga kegawatdaruratan medis juga menurunkan 30 relawan, yang terdiri dokter, perawat dan logistik medis serta empat unit kendaraan operasional untuk menangani korban baik massa maupun TNI-Polri.
"Ada korban meninggal dunia, korban trauma ringan maupun berat. Kemudian ada penyerangan kendaraan untuk transportasi medis dan perlakukan-perlakuan tidak mengenakan terhadap relawan medis.
Menurut Joserizal, korban yang meninggal dalam demonstrasi akibat kekerasan, baik ditembak, dipukul dan dianiaya adalah merupakan kejahatan kemanusiaan.
Menurut data yang dirilis Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada pukul 11.00, Kamis, (23/5) jumlah korban yang meninggal dalam kerusuhan aksi massa 21-23 Mei lalu mencapai delapan orang dan sebanyak 737 orang yang mengalami luka-luka.
Keyword : Joserizal JurnalisMER-CPerusuh Bawaslu