RUU SDA Dinilai Abaikan Pemikiran Teknis

Senin, 25/02/2019 12:45 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Ahli Hidrogeologi yang juga Dekan Fakultas Teknik Geologi Unpad, Hendarmawan menyebutkan, permasalahan yang terjadi pada Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) adalah karena lebih terfokus pada bahasa hukum tanpa ada diskusi dengan orang teknis. Padahal menurutnya, bahasa hukum dengan orang teknik sangat berbeda. 

“Jadi perlu duduk bersama, ada orang yang secara hukum begini, tapi secara teknis beda. Di situlah harus dicari titik temu. Dan kalau saya lihat, di RUU SDA ini hanya bahasa hukumnya saja tanpa ada diskusi dengn orang teknis,” ujar Hendarmawan.

Menurut Hendarmawan, untuk defenisi air saja, bahasa hukumnya bisa berbeda kalau diartikan secara teknis. “Ini juga perlu didiskusikan, air itu begini menurut orang teknis, menurut orang hukum begitu, hingga didapatkan sebuah bahasa yang bisa dimengerti keduanya,” ucapnya.

Bahasa di RUU SDA ini juga masih ada pengkelasan, sehingga muncul keresahan dari pihak pengusaha air atau pihak swasta. “Kalau pengusaha air dikategorikan sama dengan SPAM (air perpipaan), kasihan juga mereka,” ujar Hendarmawan.

Dia juga melihat bahwa RUU SDA ini masih akan ada tumpang tindih antara strategi dalam konteks filosofi dengan juklak atau juknisnya nanti karena bahasannya yang terlalu mendalam. Harusnya, menurut Hendarmawan, di RUU SDA itu hanya memuat garis besarnya saja. “Baru di PP-nya nanti harus clear semua,” ucapnya.

Di PP itu juga diatur mana lapisan air yang untuk masyarakat, mana yang boleh diambil industri.  “Saya setuju industri itu jangan mengambil yang sifatnya mata air, itu buat penduduk. Ambil air yang memang di bawah. Jenis lapisan air itu tertekan dan dia tidak berhubungan langsung dengan air masyarakat. Maka dalam PP itu harus jelas, sehingga secara prinsip peluang swasta itu masih ada,” katanya.

Selain itu, RUU SDA ini harus mencakup seluruh Indonesia. Untuk itu, di PP-nya nanti harus dibahas secara lengkap bagaimana penanganan akses air minum ini di setiap wilayah yang ada di Indonesia, baik Indonesia Barat, Tengah, dan Timur.

RUU SDA hingga kini masih menjadi polemik dinila masih berkutat pada persoalan di kawasan Pulau Jawa atau Java centris.  Hal itu disampaikan Sekjen Asosiasi Pengusaha Air Minum Isi Ulang Indonesia (Aspamindo) Budi Darmawan.

Darmawan melihat, RUU SDA masih terlihat hanya membahas persoalan akses air minum di seputar Pulau jawa saja atau masih Jawa Centris. Seharusnya, karena akan diberlakukan secara nasional, RUU SDA ini harus memikirkan juga permasalahan akses air minum masyarakat yang ada di wilayah lain seperti apa. 

“Kalimantan misalnya, itu akses air minum masyarakatnya sangat sulit. Seperti Balikpapan, di sana tidak punya sumber air. Di sana simpanan air itu adanya di embung di dalam tanah, tapi kondisinya tidak begitu bagus. Jadi pengolahannya akan mahal,” tuturnya.

Karena itu, perlu dibuat penzonaan, Jawa sendiri, Kalimantan sendiri atau zona Indonesia timur sendiri. “Jadi, RUU SDA itu sebaiknya masih membuka ruangan-ruangan untuk berimprovisasi sesuai dengan daerahnya,” kata Budi. 

Di sisi lain, Ahli Hidrologi dari Universitas Gadjah Mada Heru Hendrayana melihat, masih ada ketimpangan antara pengaturan terhadap sumber daya air tanah dan air permukaan. Di RUU SDA ini pengaturan pengelolaan sumber daya air lebih cenderung berbasis pada pengelolaan sumber daya air permukaan, sedangkan untuk air tanah tidak banyak disinggung.

“Seharusnya keduanya diatur secara seimbang dan menunjukkan adanya kesatuan dalam pengelolaannya,” ujar Heru.

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya