Kupas Peradaban Paramadina, Pakar: Pemikiran Cak Nur Kaya Etika

Jum'at, 03/06/2022 07:50 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid atau Cak Nur (CN) banyak sekali menyangkut etika.

Pendapat ini diutarakan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie saat berbicara dalam Seri Diskusi Peradaban - Paramadina : “Pemikiran Nurcholish Madjid dan Indonesia” yang dipandu oleh rektor universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini.

Jimly mengatakan, dalam pandangan Cak Nur hubungan antar umat beragama tidak bisa selalu dalam koridor hukum, karena hukum akan selalu bicara benar atau salah. Tetapi jika berdasarkan etika, maka etika berurusan dengan baik atau buruk.

"Maka semua agama sebenarnya mengajarkan etika, nilai baik atau buruk. Tidak semua agama juga mengajarkan dan bicara hukum. Hanya agama Islam, Yahudi dan Kristen Advent. Dialog Peradaban pun tidak bisa dengan pendekatan hukum benar atau salah," jelas Jimly.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini menambahkan, semua pemikiran Cak Nur selalu berbasiskan etika. Ada nilai demokrasi, etika keterbukaan.

Bahkan sila pertama dan kedua Pancasila menurut CN adalah pertanda dari kemajuan dan kemunduran peradaban. Sila Pertama bertema Ketuhanan, dan sila kedua berbicara Kemanusiaan. Kedua sila itu menentukan maju mundurnya Peradaban. Semua terkait dengan sistem etika.

Jimly mengingatkan, tugas para generasi penerus Nurcholish Madjid adalah menjabarkan dengan lebih operasional pemikiran-pemikiran Cak Nur. Di samping ide-ide pembaharuan pemikiran juga harus terus dikawal.

"Paramadina bisa mengambil prakarsa tersebut, agar Paramadina dapat menjadi simbol pemikiran yang tidak tunduk pada Pasar Bebas Politik atau Ekonomi, atau terjebak pada Pragmatisme Kekuasaan," tegas Jimly.

Pada kesempatan sama, Dr Budhy Munawar Rachman menjelaskan Cak Nur punya tiga “milestone” dalam pemikiran Islam’ yakni: Pertama, Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Kedua, Gagasan Sekularisasi, dan Ketiga, Gagasan Pluluarisme - Islam Inklusive.

Kata Budhy, gagasan sekulerisasi dan Pluralisme mendapat reaksi dan kontroversi luarbiasa terutama dari para ulama. Salah satunya dari Prof HM Rasjidi. Namun dengan berjalannya waktu gagasan Cak Nur telah banyak dipahami.

"Era 90-an Cak Nur bahkan bersedia bedialog di TIM Jakarta dengan lebih percaya diri dihadapan para pengeritiknya. Istilah Sekulerisasi dimoderasi dengan istilah desakralisasi yang lebih dapat diterima," jelas Budhy.

Lebih jauh ia menjabarkan bahwa matra pemikiran Cak Nur adalah pada KeIndonesiaan, Kemodernan, KeIslaman. Ini bisa digali pada dua saja yakni keIslaman kemodernan, keIslaman keIndonesiaan, dan kemodernan keIndonesiaan.

Budhy juga menjabarkan tiga milestone pemikiran Cak Nur dalam buku “Indonesia Kita” mempunyai perspektif yang cukup potensial. Bagaimana untuk pertama kalinya coba digali akar KeIslaman untuk penerimaan sepenuhnya modernization state pada era 1990an.

"Sayangnya hingga kini, buku Indonesia Kita belum cukup digali. Sekarang banyak tokoh terinspirasi dengan ide sekulerisasi. Buku alm Syafii Maariff tentang “Islam dan Pancasila” berisi ide yang mirip. Bagaimana kita tidak lagi mengaggap pilihan pada Islam atau Pancasila. Tetapi sebagai muslim bisa menjadi 100 persen muslim dan 100 persen Pancasila itulah ide dasar sekulerisasi Nurcholish Madjid," jelas Budhy.

Sementara itu, pembicara lainnya Fachry Ali, MA mengutarakan tentang kelekatan Cak Nur dengan KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Jendela kedua tokoh tersebut untuk melihat dunia sebetulnya ada pada Masjumi dengan refleksi yang berbeda.

Cak Nur punya akar intelektual mendalam dalam konteks kesadaran intelektual Jong Islamieten Bond (1925). Kaum terdidik Islam yang beberapa di antaranya mendapat pendidikan di sekolah Belanda, dan sikapnya terhadap modernisasi. Kesadaran intelektual Cak Nur tercermin pada Masjumi.

Sedangkan bagi Gus Dur, jelas Fachri, Masjumi adalah sebuah model bagaimana masyarakat Indonesia mengalami proses pengIndonesiaan. Ada modernisasi, ada kelanjutan intelektual dari JIB dan ada pula nilai-nilai perjuangan politik.

Adapun Prof. Dr. Salim Said mengingatkan tentang jasa Cak Nur yang telah membebaskan orang Islam di Indonesia dari teologi pemilu 1955. Peran pemikiran-pemikiran strategis Cak Nur dalam konteks KeIndonesiaan adalah moment penting dibebaskannya oang Islam dari jargon kalau anda Islam maka harus pilih partai Islam. Itu sebenarnya menjadi beban sejarah orang Islam.

"Gus Dur dan Cak Nur tidaklah mempunyai perbedaan. Keduanya tidak bereda apa-apa. Secara prinsip tidak berbeda apa-apa," kata Salim Said.

Sebagai seorang pengamat militer, Salim Said menilai dimensi historis dari pemikiran Cak Nur harus mendapat perhatian mendalam. Bagaimana berubahnya sikap pemerintah orba terhadap Islam di Indonesia. Terutama dari elemen militer yang takut sekali pada Islam di masa itu.

"Dikemudian hari sikap dan pemikiran Cak Nur bisa menenangkan pihak militer untuk mengurangi kecurigaan kepada umat Islam," tuntas Salim Said.

TERKINI
Sindir JD Vance soal Kewarasan, Jennifer Aniston Bangga Pilih Kamala Harris untuk Pilpres AS Batal Menikah, Hubungan Channing Tatum dan Zoe Kravitz Semakin Jauh dan Renggang Tak Jadi Menikah, Channing Tatum dan Zoe Kravitz Batalkan Pertunangan setelah 3 Tahun Bersama Heidi Klum Takut Membayangkan Kostum Halloween Epiknya tak Sempurna