Repdem Kritisi Kelompok Intoleran di Negeri Ini

Kamis, 08/12/2016 12:12 WIB

Jakarta - Organisasi sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan (REPDEM) geram dengan tragedi pembubaran paksa kegiatan ibadah perayaan Natal di gedung Sabuga ITB, Bandung (06/12/2016) yang dilakukan oleh sekelompok massa dengan mengatasnamakan diri Pembela Ahlus Sunnah (PAS).

Ketua DPN REPDEM Wanto Sugito menilai, tampaknya kelompok-kelompok intoleran tersebut semakin lama semakin terorganisir untuk merusak kebhinekaan yang menjadi konsensus berdirinya bangsa ini. Mantan aktivis 98 itu berharap, negara segera hadir mengatasi dengan tegas terhadap kelompok intoleran itu yang kian semakin nampak selalu hadir di depan mata.

"Pancasila merupakan ideologi bangsa inii. Spirit dilahirkan pancasila 1 juni oleh Bung Karno tentang 5 sila kebangsaan, internasionalisme/perikemanusiaan,demokrasi mufakat,keadilan sosial, serta Ketuhanan yang berkebudayaan jika diserap menjadi ekasila yakni Goyong Royong harusnya menjadi pegangan komponen masyarakat, yang tentunya bangsa ini berdiri di atas semua golongan," tegas pria yang akrab disapa Klutuk itu saat dihubungi wartawan, Kamis 7/12.

Wanto menambahkan, gotong royong merupakan serapan ekasila dari filosofi lahirnya pancasila 1 juni, bahwa tidak bisa kebangsaan dan nasionalisme kita berdiri sendiri tanpa gotong royong membangun Indonesia yang kuat di atas semua perbedaan.  "Maka Bhineka Tunggal Ika lah yang sampai saat ini sebuah bangsa terus berdiri tegak. Jika ada yang merusak kebhinekaan, tentu kelompok itu harus diwaspadai. Demokrasi/mufakat bukan bermakna mayoritas menindas minoritas," papar pria mantan alumni UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini.

Semua kelompok bangsa ini harus menghargai, terkhusus dalam perayaan hari-besar keagamaan yang disakralkan setiap tahunnya. Seperti Ibadah Natal, Idul Fitri dan Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad, Isra’ Mi’raj, Waisak, Galungan, Imlek, DLL.

"Polisi harus tegas kepada pelaku pembubaran kegiatan ibadah perayaan Natal di gedung Sabuga ITB, Bandung. Karena perbuatan merintangi kegiatan keagamaan adalah perbuatan pidana. Pasal 175 KUHP, "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan," tegasnya

Sementara, pihak PAS meminta panitia Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) menyelenggarakan kegiatan keagamaan tersebut di rumah ibadah atau gereja. Karena dianggap melanggar UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Dalih pelanggaran UU Penataan Ruang dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri yang dituduhkan pihak PAS yang menolak sangat tidak berdasar. Karena penggunaan ruangan gedung Sabuga ITB dalam perayaan Tahunan seperti Perayaan Natal yang diselenggarakan Panitia KKR sifatnya hanya saat hari itu saja, bukan permanen atau setiap saat.

Sama halnya dengan seluruh umat beragama di Indonesia yang melaksanakan prosesi ibadah diluar tempat ibadah pada saat perayaan Tahunan Keagamaan. Dengan saling menghormati dan menghargai.

Keyword : Repdem

TERKINI
Richie Sambora Harus Berlutut ke Jon Bon Jovi agar Livin` on a Prayer Dimasukkan ke Album Lagi Bucin, Dua Lipa Peluk Mesra Callum Turner di Jalanan Berkarier Sejak Muda, Anne Hathaway Sering Alami Stres Kronis Gara-gara Tuntutan Pelecehan Seksual, Lady Gaga Batalkan Pesta Lajang Adiknya