Kementan Dorong Petani Terapkan Sistem Pertanian Terpadu Berbasis Jagung

Jum'at, 19/11/2021 12:35 WIB

JAKARTA, Jurnas.com - Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi mendorong petani dan penyuluh menanam jagung dengan sistem pertanian terpadu (integrated farming system).

Dalam sistem ini, kata Dedi, petani tidak hanya menaman jagung tapi juga komoditas lainnya. Divesifikasi komoditas ini sangat penting untuk menekan risiko kegagalan panen disaat yang sama untuk meningkatkan pendapatan petani.

"Jadi manakala ada serangan hama penyakit terhadap jagung, kita masih punya sayur-sayuran, ikan kalau di situ ada embung, kita masih punya bebek, kalau di situ ada kolam ada bebek," kata Dedi dalam arahanya pada Forum Koordinasi Staff Pendamping IPDMIP, Jumat (19/11).

Menurut Dedi, jagung sangat menjanjikan jika dikelola dengan bantuan fosfat, pupuk kompos, menerapkan sistem tanam zigzag, melakukan pemupukan berimbang, dan menggunakan varietas unggul.

Jagung di tanah masam pun, kata Dedi, jika dikelola dengan baik mampu menghasilkan 20 ton per hektare jagung kering panen atau 14 ton per hektare pipil kering. Hal tersebut sudah dia buktikan di Lampung, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.

"Sekarang kita bodoh-bodahan saja, kalau kita kelola jagung minimal hasilnya 6 ton per hektare pipil kering kalau harga jagung dalam keadaan normal misalnya Rp 4.000 berarti di dalam satu hektare Rp 24 juta per hektare," sambungnya.

Pada integrated farming system berbasis tanaman jagung ini, Dedi mendorong para penyuluh mengarahkan petani menanam jagung di lahan-lahan kering bukan di lahan-lahan yang sudah produktif.

"Penyuluh dan pendamping IPDMIP arahkan petani di lahan yang kering menerapkan integrated farming system berbasis jagung. Integrated farming kalau dikelola dengan baik dengan asumsi 6 ton per hektare saja bisa menghasilkan 480 juta per tahun untuk 10 hektare," ujarnya.

"Saya yakin petani tidak akan kesulitan mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kalau jadinya seperti ini. Bahkan dalam integrated farming kita juga bisa mendapatkan pendapatan tambahan dari sayuran, ikan, dan ayam," sambungnya.

Dedi juga berharap agar para petani tidak menjual jagung dalam bentuk pipilan, melainkan sudah dalam bentuk pakan ternak. Dengan begitu, petani akan memperoleh value added atau nilai tambah.

"Kalau kita punya jagung jangan dijual dalam bentuk pipilan biar nggak rugi karena harganya cuman Rp 4.000. Coba dibikin pakan ternak maka harganya bisa Rp 6.000-Rp 8.000. Jadi ada nilai tambah yang luar biasa padahal teknologinya tidak susah amat," ujarnya.

"Saat ini kita udah mampu mengekspor jagung. Sayangya yang diekspor hanya pipilan kering coba kalau diekspor pakan ternak. Pakan ternak jangankan diekspor, dijual dalam negeri pun itu memberikan nilai tambah yang luar bisa," sambungnya.

TERKINI
KPK Sita Rp48,5 Miliar Terkait Suap Bupati Labuhanbatu KPU Siap Hadapi 297 Perkara PHPU Pileg 2024 Aktor Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya di Kasus Narkoba CERI Laporkan Aspidum Kejati Jawa Timur ke Jaksa Agung Atas Dugaan Ini