Ujian Nasional (UN) tahun ini akan diikuti tak kurang dari 8.330.407 siswa yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona baru atau Covid-19, yang sedang mewabah di Indonesia akhir-akhir ini, sebagaimana Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease (Covid-19).
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menerbitkan revisi Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS UN), pada Selasa (21/1) di Jakarta.
Nadiem Anwar Makarim memberikan bocoran, bahwa Asesmen Kompetensi Minimum yang mengujikan kemampuan literasi dan numerasi, akan meniru soal-soal Programme for International Students Assessment (PISA).
Pasalnya, hasil belajar keras peserta didik selama tiga tahun di jenjang pendidikan SMP maupun SMA, ditentukan oleh tes yang berdurasi dua hingga tiga jam.
Menurut Totok, saat ini bukan saatnya peserta didik hanya disediakan soal ABC yang dianggap membelenggu kebebasan berpikir. Justru soal-soal essai, kata dia, siswa dapat menonjolkan argumentasinya.
Pernyataan ini menepis anggapan minor yang menilai bahwa Asesmen Kompetensi Minimum belum terbukti dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim melakukan kajian secara komprehensif dan mendalam terkait wacana penghapusan Ujian Nasional (UN).
Rencana mengganti UN dengan sistem yang baru juga tak lepas dari banyaknya pihak yang memprotes sistem belajar mengajar yang diterapkan saat ini, karena siswa dipaksa untuk mencapai skor tertentu dalam UN.
Anggota Komisi X DPR RI Sudewo menyarankan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim supaya tidak tergesa-gesa menghapus ujian nasional (UN).