Jum'at, 26/04/2024 02:04 WIB

Soal BPJS, Fahmi Idris Dituding Bingungkan Rakyat

Dirut PBJS Fahmi Idris mendapat kecaman atas pernyataannya yang akan mempersulit pembuatan e-KTP dan SIM bagi masyarakat yang tak ikut BPJS.
 

Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris melontarkan ancaman sanksi administratif kepada warga negara Indonesia yang tidak ikut BPJS.

Sanksi itu bukan hanya soal pelayanan kesehatan, juga tidak akan dipenuhinya sejumlah pelayanan publik seperti pembuatan e-KTP, pembuatan SIM atau pelayanan publik lainnya.

Pernyataan Fahmi ini langsung dikritik Direktur Eksekutif Emrus Corner, Emrus Sihombing. Ia menyebut cara berpikir dan mengambil kebijakan Fahmi Idris sebagai Dirut BPJS akan memicu kebingungan rakyat, terutama para peserta maupun calon peserta BPJS.

"Ini bisa menimbulkan kebingungan publik, soal e-KTP, SIM dan sebagainya dibuat mengancam," kata Emrus kepada Jurnas.com, Sabtu (21/10).

Emrus juga menyebut logika berpikir Fahmi Idris terbalik, bahkan kontra logika. Sebab warga negara yang memiliki bukti identitas tertulis seperti KTP atau e-KTP baru bisa peserta BPJS.

"Jangan dibalik, kepesertaan BPJS dulu baru boleh memiliki e-KTP," katanya.

Oleh karena itu ia menyarankan agar Dirut BPJS mengundang masyarakat untuk melakukan diskusi (dialog) publik atau paling tidak memberi penjelasan lanjutan  yang dapat diterima oleh akal sehat dalam waktu dekat.

"Paling tidak dalam satu dua hari ke depan, agar tidak menimbulkan persepsi kurang baik yang bisa mengganggu penyelenggaraan BPJS di negara kita," ujar Emrus.

Emrus melanjutkan, dari sudut pola komunikasi yang dilakukan, ada sebagian oknum pejabat publik kita acap kali yang merasa dirinya lebih tahu, lebih benar dan lebih pintar daripada publik atau konsumennya.

"Perilaku komunikasi semacam ini sangat tidak produktif dalam membangun pelayanan prima dan kebersamaan dengan publik sebagai pelanggan dan calon pelanggan potensial," katanya.

Tidak heran lontaran pesan yang disampaikan lebih bernuansa menakut-nakuti atau bahkan bisa jadi lebih mengedepankan kemasan pesan  ancaman daripada pesan persuasif-empati.

"Ciri pejabat semacam ini, memposisikan dirinya lebih superior daripada publiknya atau orang lain. Seharusnya lebih bijak dan banyak mendengar (berempati) daripada banyak bicara (menggurui). Jadilah pemimpin yang melayani, bukan dilayani," tuntas Emrus.

KEYWORD :

Fahmi Idris Emrus BPJS




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :