Jum'at, 19/04/2024 17:06 WIB

KPK Dalami Aliran Uang untuk Edhy Prabowo dari Para Eksportir Benih Lobster

Ainul Ainul diperiksa sebagai saksi dan juga tersangka pada Selasa (19/1) kemarin. 

Edhy Prabowo, tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Gedung KPk

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka Ainul Faqih, staf dari Iis Rosita Dewi yang juga istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Ainul Ainul diperiksa sebagai saksi dan juga tersangka pada Selasa (19/1) kemarin. Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami aliran uang hasil suap perizinan ekspor benih lobster yang diterima Edhy Prabowo melalui eksportir.

"Tersangka AF (Ainul Faqih) digali keterangannya terkait dugaan aliran sejumlah uang dalam rekening bank atas nama yang bersangkutan dimana diduga bersumber dari para ekspoktir benih lobster dan dalam penggunaannya pun untuk kebutuhan tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu (20/1/2021).

Untuk diketahui, KPK juga sempat memeriksa Istri Menteri nonaktif Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Iis Rosyita Dewi sebagai saksi pada 22 Desember 2020 lalu.

Anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Gerindra itu dipanggil untuk dikonfirmasi ihwal praktik rasuah izin ekspor benih lobster yang menjerat suaminya, Edhy Prabowo. Kuat dugaan, Iis mengetahui banyak praktik kotor yang dilakukan suaminya Edhy.

Bahkan, dalam perjalan kasus ini, Edhy ditangkap di Bandara Seokarno Hatta bersama dengan Iis usai melakukan perjalanan ke Amerika Serikat. Diduga, Edhy dan Iis menggunakan uang haram itu berbelanja sejumlah barang mewah.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK  menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosita Ekspor Benih lobster




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :