Jum'at, 26/04/2024 02:49 WIB

Diperiksa KPK, Gubernur Bengkulu Dicecar Mengenai Kewenangan Perizinan Ekspor Benur

Dalam keterangannya, Rohidin Mersyah, mengaku dicecar mengenai kewenangan perizinan dan proses dalam eksport benih lobster.

Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK

Jakarta, Jurnas.com - Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah telah menjalani periksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

Menurut pantauan, Rohidin keluar Gedung KPK pada pukul 17:41 WIB. Dalam keterangannya, Rohidin Mersyah, mengaku dicecar mengenai kewenangan perizinan dan proses dalam eksport benih lobster.

"Tidak ada sama sekali, kita terkait dengan bagaimana kewenangan perizinan dan prosesnya," kata Rohidin Mersyah kepada wartawan digedung KPK, Jakarta, Senin (18/1).

Tak banyak yang disampaikan Rohidin kepada awak media terkait pemeriksaan tersebut. Namun, ia mengaku siap untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi yang dilakukan Edhy.

"Saya sebagai warga negara yang baik saya datang memberikan keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus yang sedang ditangani KPK,"kata Rohidin.

Sebelumnya, KPK menjadwalkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi sebagai saksi kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Kedua kepala daerah itu dijadwalkan diperiksa pada Senin (18/1).

"Benar, sesuai informasi yang kami terima, Senin (18/1/2021), Gusril Pausi, Bupati Kaur dan Rohidin Mersyah, Gubernur Bengkulu dijadwalkan pemeriksaan sebagai saksi oleh tim penyidik KPK," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, pada Senin (18/1).

Diketahui, KPK telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka pada 25 November 2020 lalu dalam kasus dugaan rasuah penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.

Enam orang yang diduga sebagai penerima suap, yakni, Menteri KKP non aktif Edhy Prabowo; Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin selaku swasta (AM).

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosyita Ekspor Benur Gubernur Bengkulu




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :