Kamis, 25/04/2024 17:36 WIB

Banyak Daerah Belum Tetapkan Zonasi untuk Sekolah Perbatasan

Ada banyak daerah yang belum menetapkan zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk sekolah-sekolah di wilayah perbatasan.

SD Negeri 010 Sedanau, Natuna, Kepulauan Riau (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Ada banyak daerah yang belum menetapkan zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk sekolah-sekolah di wilayah perbatasan.

Hal ini disampaikan oleh Yufridawati, penyaji dalam kegiatan `Seminar Hasil Penelitian Tahap II` yang digelar oleh Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada Senin (7/12).

Menurut Yufridawati dalam makalah berjudul`Evaluasi Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun 2020`, dia menemukan terdapat variasi jalur kuota dalam pelaksanaan PPDB daerah.

Terdapat beberapa daerah yang membuka jalur prestasi lebih dahulu daripada jalur zonasi, afirmasi, dan cenderung memaksimalkan daya tampung jalur prestasi dengan kuota maksimal 30 persen.

"Dari hasil temuan penelitian ini, kebanyakan daerah belum menetapkan zonasi bagi sekolah-sekolah di daerah perbatasan berdasarkan kesepakatan tertulis antardaerah, belum semua daerah memperhitungkan daya tampung sekolah swasta dalam penetapan zonasi, sehingga mempengaruhi penyelenggaraan sekolah swasta yang kurang bermutu," ungkap Yufridawati.

Penyaji lainnya, Lucia Hermien Winingsih mengatakan daerah tertinggal mengalami kondisi ketertinnggalan dari banyak aspek seperti angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang relatif masih rendah, jumlah penduduk miskin yang masih cukup tinggi di beberapa daerah, dan masih cukup tingginya angka melek huruf di beberapa daerah.

Lucia melanjutkan, tingkat partisipasi pendidikan masih rendah dilihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anak yang belum sekolah di tingkat menengah masih cukup besar.

"Belum semua kabupaten/kota di daerah tertinggal memiliki SMK seperti Kabupaten Raya, Mamberamo Tengah, dan Intan Jaya," ujarnya saat memaparkan hasil penelitian berjudul `Afirmasi Akses Pendidikan Dalam Rangka Percepatan Wajib Belajar 12 Tahun`.

Sementara itu, peneliti Prospera, Nadia Febrina memaparkan hasil temuannya bahwa pengeluaran sekolah negeri dan swasta dilakukan berdasarkan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan 12 komponen pembiayaan.

Pengeluaran sekolah pada semua jenjang baik negeri maupun swasta merujuk SNP yang terbesar yaitu pada standar pembiayaan, standar sarpras, dan standar proses.

"Jika kita melihat berdasarkan komponen, empat komponen terbesar untuk setiap satuan pendidikan adalah pengeluaran untuk honor, pemeliharaan sarpras, administrasi sekolah, dan pembelajaran dan ekstrakurikuler," jelas Nadia.

Sementara itu, Plt Kepala Balitbang dan Perbukuan, Totok Suprayitno mengapresiasi para peneliti yang tetap bersemangat melakukan penelitian meskipun di tengah situasi pandemi Covid-19 yang tentu saja tidak mudah.

"Kami menyampaikan apresiasi terhadap apa yang teman-teman lakukan dan terbukti hasil penelitian yang teman-teman lakukan sangat dibutuhkan untuk perbaikan kualitas pendidikan kita,” ujar Totok.

Totok menambahkan, sejumlah hasil kerja keras yang telah dilakukan para peneliti di tengah pandemi, mulai dari modul pembelajaran hingga kurikulum darurat memiliki manfaat bagi pengembangan kualitas pembelajaran di Indonesia.

KEYWORD :

Seminar Hasil Penelitian Kemdikbud Puslitjak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :