Selasa, 23/04/2024 14:03 WIB

Dedi Nursyamsi Serukan Transformasi Pertanian dari Tradisional ke Modern

Transformasi pertanian bukan hanya keharusan, tapi juga merupaka kebutuhan mengingat perkembangan zaman dan juga jumlah penduduk yang terus bertambah secara signifikan.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi pada acara Launching Rancang Bangun Digitalisasi Pelatihan Pertanian dan Aplikasi Petani Smile yang digelar di Swiss-Belhotel Bogor, Jumat (27/11).

Bogor, Jurnas.com - Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi menegaskan bahwa pertanian tradisional sudah tidak mungkin lagi dipertahakan.

"Pertanian harus melakukan transformasi dari pertanian tradisional ke pertanian yang modern," tegas Dedi pada acara "Launching Rancang Bangun Digitalisasi Pelatihan Pertanian dan Aplikasi Petani Smile" yang digelar di Swiss-Belhotel Bogor, Jumat (27/11). 

Menurut Dedi, transformasi pertanian bukan hanya keharusan, tapi juga merupaka kebutuhan mengingat perkembangan zaman dan juga jumlah penduduk yang terus bertambah secara signifikan.

"Pertanian tradisional prorduktivitasnya rendah. Sedangkan pertanian modern produktivitasnya tinggi. Karena itu, dengan segalah keterbatasan dan kekurangan, transformasi pertanian dari tradisional ke modern mutlak untuk dijalan mulai saat ini juga," tegas Dedi.

Dedi mengatakan, pertanian tradisional yang dicirikan dengan aktivitas manual atau menggunakan tenaga manusia harus dibubah menjadi tenaga mesin pertanian (alsintan).

"Pemupukan yang hanya mengandalkan organik kompos belum cukup. Harus ditambah pupuk kimiah, pupuk hayati, biodekomposer, mikro orgnisme lokal. Itu semuanya bisa mendongkrak produktivitas tanah dan disaat yang sama mendongkrak produktivitas pertanian," kata Dedi.

Ciri pertanian modern, kata Dedi, ialah pemanfaatan produk-produk sains, misalnya penggunaan varietas-varietas yang menghasilkan produktiviatas tinggi, seperti IR 42 yang mampu menghasilkan 14 ton per hektare.

"Ada jagung hibrida, yang di tanah kering masam bisa menghasilkan lebih dari 20 ton per hektare. Padahal rata-rata produksi jagung kita hanya 5 ton per hektare. Ada kedelai dengan produksi bahkan sampai 7 ton perhektare. Artinya apa, produk sains ternyata mampu mendongkrak produktivitas," kata Desi.

Ciri pertanian modern selanjutnya ialah pemanfaatan mesin, khususnya alat mesing yang sesuai dengan lahan pertanian yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Dedi mengatakan, Indonesia memiliki lahan rawa seluas 34,1 juta hektare, yang memiliki karekteristik yang sangat berbeda dengan lahan sawa, lahan kering, apalagi lahan kering yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTT).

"Lahan rawa itu strukturnya sangat lemah. Apalagi alat-alat mesin pertanian kita yang sebagian besar strukturnya berasal dari besi dan logam, pasti ambalas," ujar Dedi.

Karena itu, anak-anak dalam negeri sudah merangcang alat-alat mesin pertanian utamnya traktor khusus lahan rawa. "Traktor seperti perahu. Traktor yang bisa melayang-layang meskipun di lahan yang strukturnya lemah," kata Dedi.

Ciri pertanian modern yang terakhir adalah pemanfaatan teknologi informasi (IT). Dedi mengatakan, IT sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang dapat dimanfaatkan sebaik-baikanya untuk seluruh kebutuhan hidup. "Sekarang, IT melakukan revolusi sosial yang sangat dahyat," kata Dedi.

KEYWORD :

Dedi Nursyamsi Pertanian Modern Aplikasi Petani Smile Revolusi Pertanian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :