Kamis, 25/04/2024 17:46 WIB

Rindu Rendra, Gus AMI Baca Puisi Pilihan Clara Sinta

Rindu Rendra pada nilai-nilai kemanusian yang terus beliau doktrinkan kepada bangsa Indonesia

Gus AMI, sangat gandrung dengan karya-karya mendiang WS Rendra

Jakarta, Jurnas.com - RINDU RENDRA sebagai peringatan hari kelahiran maestro WS. Rendra 7 November 1935, adalah momen spesial bagi para pecinta sajak, puisi, dan syair karya-karya sang maestro. Termasuk bagi Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar (Gus AMI).

Gus AMI bersama pemikir kondang Rocky Gerung, hadir sebagai pembicara dalam acara RINDU RENDRA, “Kesaksian Akhir Abad” dan Pengumuman Pemenang Lomba Video Baca Puisi Rendra ke-II Tingkat Nasional 2020 yang digelar Komunitas “Burung Merak” Rendra, di Kafe Sastra, Balai Pustaka, Jl. Bunga No. 8, Rt 3/Rw 9, Palmeriam, Kec. Matraman, Jakarta, Sabtu (7/11/2020) malam.

Pada momen itu, Gus AMI mendapat kesempatan pertama membaca puisi yang secara khusus pula dipilih oleh pewaris WS. Rendra, Ibu Clara Sinta. Anak kelima dari istri pertama WS Rendra, Sunarti Suwandi. Puisi itu berjudul "Inilah Saatnya"

Sebelum baca puisi, Gus AMI menyampaikan bahwa Rindu Rendra hadir sebagai inspirasi, motivasi, bahkan energi untuk memiliki visi masa depan yang semakin baik.

Apalagi hampur semua negara di muka bumi mengalami masa-masa sulit dalam seluruh aspek kehidupan. Maka Rindu Rendra datang ketika kita sedang dikacaukan oleh keadaan akibat pandemi covid-19.

"Rindu Rendra adalah rindu pada misi yang sudah beliau ajarkan. Rindu Rendra pada nilai-nilai kemanusian yang terus beliau doktrinkan kepada bangsa Indonesia. Rindu Rendra adalah kesempam kita untuk menjadikan titik pijak melihata masa depan dan mengelolanya dengan penuh visi," jelas Gus AMI.

Selanjutnya, Gus AMI pun membacakan puisi karya WS. Rendra yang dipilih oleh Clara Sinta berjudul "Inilah Saatnya"...

"Inilah Saatnya"
(Karya W.S. Rendra)

Inilah saatnya
melepas sepatu yang penuh kisah
meletakkan ransel yang penuh masalah
dan mandi mengusir rasa gerah
menenangkan jiwa yang gelisah.

Amarah dan duka
menjadi jeladri dendam
bola-bola api tak terkendali
yang membentur diri sendiri
dan memperlemah perlawanan.
Sebab seharusnya perlawanan
membuahkan perbaikan,
bukan sekadar penghancuran.

Inilah saatnya
meletakkan kelewang dan senapan,
makan sayur urap
mengolah pencernaan,
minum teh poci,
menatap pohon-pohon
dari jendela yang terbuka.

Segala macam salah ucap
bisa dibetulkan dan diterangkan.
Tetapi kalau senjata salah bicara
luka yang timbul panjang buntutnya.
Dan bila akibatnya hilang nyawa
bagaimana akan membetulkannya?

Inilah saatnya
duduk bersama dan bicara.
Saling menghargai nyawa manusia.
Sadar akan rekaman perbuatan
di dalam buku kalbu
dan ingatan alam akhirat.
Ahimsa,
tanpa kekerasan menjaga martabat bersama.
Anekanta,
memahami dan menghayati
keanekaan dalam kehidupan
bagaikan keanekaan di dalam alam.

Menerima hidup bersama
dengan golongan-golongan yang berbeda.
Lalu duduk berunding
tidak untuk berseragam
tetapi untuk membuat agenda bersama.

Aparigraha,
masing-masing pihak menanggalkan pakaian
menanggalkan lencana golongan
lalu duduk bersama.
Masing-masing pihak hanya memihak
kepada kebenaran.

Inilah saatnya
menyadari keindahan kupu-kupu beterbangan.
Bunga-bunga di padang belantara
Lembutnya daging dan susu ibu
dan para cucu masa depan
mencari Ilham.

Inilah saatnya,
Inilah saatnya.
Ya, saudara-saudariku.
Inilah saatnya bagi kita.
Di antara tiga gunung
melekuk rembulan.

KEYWORD :

Rindu Rendra Gus AMI Inilah Saatnya Clara Sinta




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :