Jum'at, 26/04/2024 06:52 WIB

CIPS Sebut Perizinan Impor Pangan Rentan Pelanggaran

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), penundaan penerbitan izin impor menyebabkan harga bawang putih di DKI Jakarta melonjak dari Rp40.000 per kilogram pada Januari menjadi Rp70.000 per kilogram pada Februari 2020.

Ilustrasi Impor Beras

Jakarta, Jurnas.com - Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi sistem perizinan impor pangan. Evaluasi ini penting karena sistem perizinan yang ada rentan terhadap pelanggaran, misalnya saja pada kuota dan proses perizinan yang tidak transparan.

Menurut Felippa, impor pangan dan pertanian masih bergantung pada kebijakan dan koordinasi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Pertanian (Kementan), prosesnya seringkali menghabiskan waktu yang lama.

"Pengurusan perizinan impor yang memakan waktu itu menghilangkan momentum strategis bagi importir mengimpor, yaitu di saat harga di pasar internasional sedang murah. Bahkan karena keterlambatan, saat komoditas yang diimpor sampai ke Tanah Air, malah bisa bersamaan dengan masa panen sehingga akhirnya merugikan petani," kata Felippa dalam keterangannya diterima jurnas.com, Rabu (4/10).

"Pengurusan izin impor yang berlarut-larut juga berpotensi menimbulkan biaya tambahan yang nantinya dikhawatirkan akan berdampak pada harga jual komoditas tersebut. Lagi-lagi konsumen yang akan dirugikan," sambungnya.

Berdasarkan laporan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), penundaan penerbitan izin impor menyebabkan harga bawang putih di DKI Jakarta melonjak dari Rp40.000 per kilogram pada Januari menjadi Rp70.000 per kilogram pada Februari 2020.

KPPU juga menyebut kalau hal ini biasa terjadi pada triwulan pertama setiap tahun ketika izin impor biasanya diterbitkan. KPPU juga melaporkan, karena Kemendag terlambat memberikan izin impor, harga gula dalam negeri melonjak hingga 240% dan 260% di atas harga gula internasional pada April dan Mei 2020 berdasarkan data International Sugar Organization.

"Impor merupakan sebuah instrumen untuk menjaga ketersediaan pasokan dan menjaga kestabilan harga. Impor yang efektif tentu idealnya harus dilakukan dengan cepat supaya komoditas yang diimpor bisa memberikan dampak yang diharapkan di waktu yang tepat, misalnya dilakukan jauh hari sebelum petani masuk masa panen," tambahnya.

Felippa mengatakan, jumlah kuota impor yang tersedia juga seringkali tidak diinformasikan secara jelas. Ketidaktransparanan ini membuka celah untuk pelanggaran, misalnya saja perilaku mencari rente dan korupsi.

"Perilaku rente dan korupsi pada impor pangan sudah menggiring beberapa nama besar ke dalam penjara," kata Felippa.

Felippa merekomendasikan penggunaan automatic import licensing system, dimana importir mendaftar di Online Single Submission (OSS) dan jika mereka memenuhi syarat, maka secara otomatis akan mendapat izin impor.

"Sistem automatic import licensing system ini harus dibuat lebih transparan, predictable, reliable dan non-discriminatory, serta diproses secara lebih cepat. Proses pengurusan yang lebih efisien akan meminimalkan kerugian yang dialami petani maupun konsumen," ujarnya.

KEYWORD :

Felippa Ann Amanta Impor Pangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :