Kamis, 25/04/2024 17:38 WIB

Ada Nama Jaksa Agung Burhanuddin dan Eks Ketua MA dalam Rencana Aksi Jaksa Pinangki

Terdakwa Pinangki Sirna Malasari membawa nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan eks Ketua MA Hatta Ali ke dalam rencana aksi (action plan) untuk permohonan fatwa di MA untuk menindak lanjuti putusan PK.

Jaksa Pinangki Sirna Malasari

Jakarta, Jurnas.com - Terdakwa Pinangki Sirna Malasari membawa nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan eks Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali ke dalam rencana aksi (action plan) untuk permohonan fatwa di MA untuk menindak lanjuti putusan Peninjauan Kembali (PK).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung, Kemas Roni menjelaskan, terdakwa bersama dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan menemui Djoko Tjandra di The Exchange 106 Kuala Lumpur.

"Pada 25 November 2019, terdakwa bersama-sama dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya menemui Djoko Soegiarto Tjandra di The Exchange 106 Kuala Lumpur," kata Roni, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9).

Roni mengatakan, pertemuan terdakwa ketiganya untuk membicarakan rencana aksi yang akan diajukan kepada Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan Djoko Tjandra melalui sarana fatwa MA melalui Kejagung.

Dalam rencana aksi yang diserahkan kepada Djoko Tjandra, terdapat 10 rencana yang di dalamnya terdapat nama Jaksa Agung dan mantan Ketua MA.

Dalam action plan pertama adalah penandatangan Akta Kuasa Jual sebagai jaminan bila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi. Dengan penanggung jawab adalah Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya akan dilaksanakan pada 13-23 Febuari 2020.

"Action plan kedua adalah pengiriman Surat dari Pengacara kepada BR (Burhanuddin sebagai Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksud oleh terdakwa  yaitu surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA," kata Roni.

Dimana, penanggung jawab action tersebut adalah Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking yang dilaksankan pada 24-25 Februari 2020.

Action plan ketiga adalah pejabat Kejagung Burhanuddin (BR) mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA Hatta Ali (HA). Dengan penanggung jawab Andi Irfan Jaya dan Pinangki yang dilakukan pada 26 Februari - 1 Maret 2020.

Dimana, Hatta Ali diketahui masih menjabat sebagai Ketua MA pada Maret 2020.

Action plan keempat adalah pembayaran 25 persen fee sebesar 250 ribu dolar AS atau sekira Rp3,75 miliar dari total fee 1 juta dolar AS atau sekira Rp14,85 miliar yang telah dibayar uang mukanya sebesar 500 ribu dolar AS atau sekira Rp7,425 miliar dengan penanggung jawab adalah Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.

Action plan kelima adalah pembayaran konsultan fee media kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS atau sekira Rp7,425 miliar untuk mengondisikan media dengan penanggung jawab Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.

Action plan keenam yaitu pejabat MA Hatta Ali menjawab surat Burhanuddin, yang dimaksud terdakwa adalah surat MA atas surat Kejagung terkait permohonan fatwa di MA. Dimana, penanggung jawabnya adalah Hatta Ali atau DK (belum diketahui) atau AK (Anita Kolopaking) yang dilaksanakan pada 6-16 Maret 2020.

Action plan ketujuh adalah pejabat Kejagung Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanaan fatwa MA. Dengan penanggung jawaab adalah IF (belum diketahui)/P (Pinangki) dilaksanakan pada 16-26 Maret 2020.

Action plan kedelapan adalah security deposit cair yaitu sebesar 10.000 dolar AS. Seperti yang dimaksud terdakwa adalah, Djoko Tjandra akan membayarkan uang tersebut apabila Action plan ke dua, ke tiga, ke enam dan ke tujuh berhasil dilaksanakan. Dengan penanggung jawabnya adalah Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada 26 Maret-5 April 2020.

Action plan kesembilan adalah Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Penanggung jawab adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Joko Tjandra yang dilaksanakan pada April-Mei 2020.

Action plan ke-10 adalah pembayaran fee 25 persen yaitu 250 ribu dolar AS sebagai pelunasan atas kekurangan pemeriksaan fee terhadap Pinangki bila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia seperti action plan kesembilan. Dengan penanggung jawab adalah Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei-Juni 2020.

"Atas kesepakatan action plan tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Joko Tjandra telah memberikan uang muka sebesar 500.000 dolar AS sehingga Joko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan rencana aksi dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dengan tulisan tangan `NO` kecuali pada aksi ke-7 dengan tulisan tangan `bayar nomor 4,5` dan `action` ke-9 dengan tulisan `bayar 10 M` yaitu bonus kepada terdakwa bila Tjoko kembali ke Indonesia," ungkap jaksa.

Atas perbuatannya, Pinangki didakwa berdasarkan 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu mengenai bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.

Selain itu Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang pasal percobaan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

KEYWORD :

Suap Djoko Tjandra Jaksa Pinangki KPK Kejagung




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :