Selasa, 23/04/2024 23:05 WIB

Kebijakan Cukai 2021 Penentuan Nasib IHT

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2021 diekspektasikan masih mampu tumbuh hingga 3,8% (yoy). Secara lebih rinci, cukai tembakau ditargetkan naik dari Rp 164,9 triliun ke Rp 172,76 triliun atau naik 4,8%.

Webinar Menimbang Dampak Ekonomi Terkait Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok 2021, Kamis (10/9).

Jakarta, Jurnas.com - Sektor industri hasil tembakau (IHT) mengalami berbagai tekanan di tengah pandemi virus corona (COVID-19). Di antara tekanan itu adalah beban kenaikan cukai sebesar 23%, serta ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) yang naik sebesar 35%.

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo pada seminar daring Tobacco Series#3 yang bertajuk Menimbang Dampak Ekonomi Terkait Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok 2021, Kamis (10/9).

"Industri ini di tengah pandemi mendapatkan tekanan luar biasa, hal ini akan berdampak kepada lebih dari  5,8 juta pekerja di sektor ini," ujar Budidoyo.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana kembali menaikkan cukai IHT seiring kebutuhan penerimaan negara pada tahun depan.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2021 diekspektasikan masih mampu tumbuh hingga 3,8% (yoy). Secara lebih rinci, cukai tembakau ditargetkan naik dari Rp 164,9 triliun ke Rp 172,76 triliun atau naik 4,8%.

Merujuk rencana kebijakan cukai dan strategi penerimaan negara pada 2021, AMTI merisaukan dampak lebih dalam terhadap sektor IHT.

"Ada petani yang sudah membakar daunnya. Sudah ada yang mencabut pohonnya, ini mereka frustrasi. Tekanan yang diterima industri pun bukan hanya itu, ada juga dorongan ratifikasi FCTC dan revisi PP 109/2012. Ditambah kenaikan cukai, situasi industri ini digambarkan melalui istilah dipoyok, dilebok," ujar Budidoyo.

Lebih jauh dari itu, sektor tembakau memiliki peran vital dalam perekonomian dan tenaga kerja. Saat ini, sebagaimana data Kementerian Pertanian (Kementan), luas areal tanaman tembakau pada 2020 diproyeksikan mencapai 198.561 hektare dengan volume produksi sebanyak 212.215 ton.

Struktur pasar rokok saat ini terdiri dari 73% merupakan sigaret kretek mesin (SKM), 22% sigaret kretek tangan (SKT), dan 5% sigaret putih mesin (SPM).

Secara total, serapan tenaga kerja pada industri tembakau di sektor manufaktur dan distribusi produk tembakau mencapai 5,9 juta orang, terdiri dari 1,7 juta orang di perkebunan, 4,28 juta pekerja sektor manufaktur dan distribusi.

Dari data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), mayoritas pekerja pada industri hasil tembakau atau IHT didominasi perempuan berusia muda dan paruh baya, dengan strata pendidikan yang rendah.

Kasubdit Hubungan Kerja Direktorat Persyaratan Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Sumondang mengingatkan harus diputuskan secara hati-hati mengingat dampaknya yang bersifat efek domino.

"Sudah ada pabrik atau perusahaan yang sudah tidak bisa membayar tenaga kerja, padahal industri tembakau ini sangat membantu ekonomi keluarga di mana banyak ibu dan kaum perempuan jadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh di pabrik tembakau," ujarnya.

Di tempat yang sama,  Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Sarno mengamini sektor IHT berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Terlebih di tengah pandemi, sewaktu penerimaan pajak hingga kepabeanan yang menurun, penerimaan cukai justru tetap bertumbuh.

"Cukai tumbuh 3,7%, paling besar sekitar 80% adalah cukai rokok yang sepanjang semester pertama tahun ini sudah mencapai Rp85 triliun lebih," kata Sarno.

Ia menyatakan, pemerintah menyadari peran penting IHT bagi perekonomian, sehingga setiap kebijakan terkait disusun dengan tujuan mencapai keseimbangan. "Pelibatan berbagai kementerian telah dilakukan, bahkan untuk kebijakan pun harus melalui Rapat Terbatas,” kata Sarno.

Hal senada juga dilontarkan Analis Kebijakan Madya Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Bea Cukai Kemenkeu Hary Kustowo. Menurutnya, pemerintah berupaya keras menciptakan keseimbangan antara kondisi industri IHT, komitmen pro kesehatan, dan kesinambungan penerimaan negara.

"Tidak bisa memang salah satunya yang dominan, di tengah kami juga harus mengejar target cukai yang telah ditetapkan. Kenaikan cukai tinggi ini dampaknya juga rokok ilegal, sulit untuk diberantas apabila sudah masif," ujar Hary.

Di sisi lain, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian, Hendratmojo Bagus Hudoro mengakui imbas kenaikan cukai maupun minimum HJE berimbas langsung kepada sisi hulu IHT, yakni para petani.

Menurutnya, dengan kenaikan cukai dan harga rokok, membuat penyerapan tembakau di sisi petani tidak optimal dan membuat ketidakpastian harga.

"Dengan menghitung dampak luas hingga sisi hulu sektor pertanian, maka perlu ditemukan keseimbangan dan solusi yang sinergis. Penurunan produksi IHT berkorelasi dengan penyerapan bahan baku tembakau dan cengkeh," tegasnya.

Di tengah banyaknya tarik menarik kepentingan kebijakan dalam IHT, Pemerintah juga menyatakan tengah berupaya menyusun peta jalan kebijakan yang komprehensif mengatur IHT.

KEYWORD :

Kenaikan Cukai Industri Hasil Tembaku Budidoyo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :