Jum'at, 19/04/2024 10:38 WIB

Iran Dukung Pertemuan Darurat HAM PBB soal Pembunuhan George Floyd

Republik Islam Iran, tambahnya, berpendapat bahwa sumber daya dan mekanisme HAM terkait PBB harus diarahkan pada konfrontasi fenomena seperti rasisme.

Pada hari Senin ini, 25 Mei frame dari video yang disediakan oleh Darnella Frazier, seorang perwira Minneapolis berlutut di leher seorang pria yang diborgol hingga tidak bisa bernapas bernapas di Minneapolis. (Foto: AP)

Teheran, Jurnas.com - Kementerian Luar Negeri Iran mendukung pertemuan darurat dua hari Dewan HAM PBB di Jenewa untuk membahas pembunuhan brutal terhadap warga negara Afrika-Amerika oleh seorang petugas polisi Minneapolis bulan lalu.

Pertemuan dimulai pada Rabu (17/6), mendesak badan PBB untuk menyelidiki kebrutalan polisi dan diskriminasi rasial di Amerika Serikat (AS). Pertemuan kedua akan diadakan pada Kamis (18/6).

"Iran mendukung gagasan di balik mengadakan pertemuan ini," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi, pada Rabu (17/6), dilansir dari Press TV.

Republik Islam Iran, tambahnya, berpendapat bahwa sumber daya dan mekanisme HAM terkait PBB harus diarahkan pada konfrontasi fenomena seperti rasisme.

Sejalan dengan ajaran agama, budaya, dan nasionalnya, Iran selalu bertindak sebagai pelopor pertempuran dan konfrontasi rasisme, catat pejabat itu. Teheran percaya bahwa rasisme sistematis di beberapa bagian dunia, terutama AS, harus ditangani pada akarnya.

Rekaman video yang mengerikan muncul pada 25 Mei 2020 menunjukkan petugas itu mencekik Floyd yang tidak bersenjata sampai mati dengan menjepitnya dengan lutut.

Petugas itu tidak mengabaikan permohonan Floyd terdengar berulang kali mengatakan,"Aku tidak bisa bernapas." Para petugas itu dipanggil ke tempat kejadian, sebuah toko Cup Foods di blok 3700 Chicago Avenue South, setelah korban dilaporkan berusaha menggunakan dokumen palsu.

"Apa yang kita saksikan dalam masyarakat AS saat ini adalah hasil dari rasisme sistematis dan ketidakadilan yang telah ada dan terus ada di seluruh pilar dan struktur pendirian politik AS," kata Mousavi.

Ia menyesal bahwa kebrutalan telah terjadi meskipun puluhan tahun aktivisme hak asasi manusia di PBB, dan pada malam peringatan 20 tahun pengumuman Deklarasi dan Program Aksi Durban, sebuah komunike bersejarah anti-rasisme.

Karana itu, Mousavi mendesak agar perang global melawan rasisme "memasuki era baru" yang akan berlangsung hingga pemberantasan fenomena tersebut.

Mengatasi KTT Jenewa, saudara lelaki Floyd mendorong pembentukan komisi independen untuk menyelidiki pembunuhan polisi Amerika terhadap orang kulit hitam dan kekerasan yang telah digunakan terhadap para demonstran, yang secara damai memprotes pembunuhan itu.

Mousavi juga mengkomunikasikan dukungan Republik Islam untuk resolusi terkait yang telah dirancang oleh negara-negara Afrika di badan PBB.

Namun, para aktivis dan diplomat dikutip oleh Reuters mengatakan bahwa para pejabat AS dan Australia sudah melobi negara-negara tersebut untuk mengurangi rancangan teks mereka.

Draf terbaru, tidak menyebutkan nama AS atau membentuk komisi penyelidikan PBB. Teks yang direvisi hanya mengusulkan, kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet menetapkan fakta dan keadaan yang berkaitan dengan rasisme sistemik dan dugaan penggunaan kekuatan berlebihan, dan melaporkan kembali dalam setahun.

Mousavi mengingatkan bahwa selain dari rakyat Amerika, negara-negara di bagian lain dunia juga menjadi mangsa pendekatan rasis dan tidak adil yang diadopsi oleh berbagai administrasi Amerika.

"Negara-negara di negara lain juga memiliki pengalaman pahit yang sangat besar tentang sikap dan pendekatan diskriminatif pemerintah AS yang disertai dengan penindasan dan ketidakadilan," katanya. "Tanggung jawab atas sikap seperti itu sepenuhnya jatuh pada pemerintah AS," tegas pejabat itu.

KEYWORD :

Pertemuan Darurat HAM PBB George Floyd Abbas Mousavi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :