Jum'at, 19/04/2024 10:00 WIB

Kementan Turunkan Tim Tangani Kasus Kematian Babi di NTT

Saat ini cara paling efektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit adalah pengawasan lalu lintas babi dan produknya serta penerapan biosekuriti yang ketat.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita (Foto: Kementan)

Jakarta, Jurnas.com - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita mengatakan, sudah menurunkan tim menangani kasus kematian babi di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tim tersebut terdiri dari Direktorat Kesehatan Hewan, Balai Besar Veteriner Denpasar, serta Dinas yang membidangi fungsi peternakan provinsi dan kabupaten.

"Pada tanggal 19 Februari 2020, Tim telah diturunkan ke 8 titik lokasi kejadian penyakit untuk melakukan investigasi wabah, pengambilan sampel, penyemprotan desinfektan, edukasi terkait penyakit babi dan penerapan biosekuriti," ungkap Ketut, Kamis (27/2).

Ia menjelaskan bahwa sampai tanggal 27 Februari 2020, telah terjadi kematian babi sebanyak 2.825 ekor di 5 kabupaten/kota, dari total populasi babi NTT yang berjumlah 2.141.246 ekor.

Sebelumnya, Asisten II Setda Provinsi NTT, Samuel Rebo menyebutkan bahwa kasus kematian babi di NTT tersebut diakibatkan oleh African Swine Fever (ASF). Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Balai Veteriner Medan untuk sampel dari Kabupaten Belu.

Menanggapi hal tersebut, Ketut menyatakan bahwa NTT memang memiliki risiko tinggi untuk masuknya ASF. Hal ini mengingat NTT berbatasan langsung dengan Timor Leste yang sudah positif ASF sejak tahun lalu.

"Kita sudah antisipasi kejadian ini, petugas kesehatan hewan NTT dan karantina setempat kami latih pada bulan Desember 2019, agar siap menghadapi situasi seperti saat ini," tambah Ketut.

Lanjut, Ia menjelaskan bahwa virus penyebab ASF sulit untuk dibendung, karena sifat virusnya yang tahan berbagai kondisi lingkungan bahkan pengolahan.

Ketut mengingatkan, saat ini cara paling efektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya penyakit adalah pengawasan lalu lintas babi dan produknya serta penerapan biosekuriti yang ketat.

"Saya sudah meminta agar petugas dinas dan karantina memperketat lalu lintas hewan dan produk dari Timor Leste. Saat ini perhatian juga harus diberikan ke pengawasan lalu lintas dari kabupaten terdampak," tegasnya.

Mengingat ASF belum ada vaksin dan obatnya, Ketut mengingatkan, kegiatan utama yang harus terus dilakukan bersama adalah sosialisasi kewaspadaan penyakit ASF dan edukasi biosekuriti kepada peternak, disinfeksi kandang, penguburan ternak mati oleh petugas dan masyarakat, dan pengawasan lalu lintas ternak babi antar wilayah.

"Sebagai dukungan pengendalian, Kementan memberikan bantuan desinfektan sebanyak 300 liter, Alat Pelindung Diri 100 set, sprayer 30 unit, serta bahan sosialisasi banner dan poster. Untuk tahun ini kita akan tambahkan juga dana sebesar Rp1,5 milar untuk pengendalian kasus ini" ucapnya.

KEYWORD :

I Ketut Diarmita Info Peternakan Kasus Kematian Babi Pulau Timor Nusa Tenggara Timur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :