Kamis, 25/04/2024 22:14 WIB

Kisah Rizal, Pemulung yang Sukses Antar Dua Anak Adopsinya Meraih Kesuksesan

Rizal, yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung di wilayah Pulogadung Jakarta Timur. Prima berusia 47 tahun ini sudah menggeluti profesinya ini dari tahun 1991 lalu.

Ilustrasi pemulung (foto:Google)

Jakarta, Jurnas.com - Sepintas terlihat pekerjaan seorang pemulung itu dianggap remeh di masyarakat. Tapi dalam kenyataannya, tidak sedikit dari para pemulung yang sukses mengantarkan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan tinggi.

Seperti halnya Rizal, yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung di wilayah Pulogadung Jakarta Timur. Prima berusia 47 tahun ini sudah menggeluti profesinya ini dari tahun 1991 lalu.

Ia bercerita bahwa nasiblah yang membawanya untuk menjadi seorang pemulung. Dulu pria asal Subang ini mengaku tidak memanfaatkan waktunya untuk bersekolah dengan baik. Dia hanya bisa menikmati ijazah SMP saja karena terpaksa harus berhenti sekolah saat kelas II SMA.

 “Saat sekolah saya banyak kabur-kaburan dan tidak serius mengikuti pelajaran,” tuturnya menceritakan masa lalunya.

Jadilah Rizal hanya seorang kuli bangunan di Jakarta. Saat itu dia merasakan penghasilan yang diperolehnya dari seorang kuli bangunan itu tidak cukup untuk memennuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. “Apalagi saya waktu itu kadang dibayar kadang tidak,” ucapnya.

Akhirnya, dia mencoba beralih pekerjaan menjadi sorang pemulung. “Saya waktu bekerja sebagai kuli bangunan kan sering melihat ada pemulung yang sering memungut sampah plastik dan kertas semen di sekitar tempat saya kerja bangunan. Saya pun ingin mencobanya waktu itu,” katanya.

Awal memulai profesi pemulung ini menurut Rizal tidak gampang. Banyak tantangan yang harus dilaluinya, dari mulai malu jika suatu saat ketemu dengan kawan-kawannya, hingga ketakutan dituduh pencuri oleh pemilik rumah.

“Tapi supaya saya bisa makan, saya pun terpaksa melakukannya saat itu. Namun, setelah lama saya geluti ternyata secara ekonomi lebih menarik dibanding saya kerja di bangunan,” ujarnya.

Sehari-harinya Rizal mengaku memulung di wilayah kompek di Kelapa Gading. Sampah yang diambil kebanyakan kemasan botol plastik. “Makanya saat saya mendengar ada larangan untuk menggunakan air minum kemasan botol palstik saya menjadi khawatir karena itu pasti akan mengurangi penghasilan saya dan pasti akan membuat susah para pemulung secara umum. Soalnya di sini lebih banyak kita memungutnya sampah dari botol plastik itu karena harga jualnya lebih mahal, bisa mencapai Rp 4.500 perkilonya. Kalau sachet kan makan tempat dan harganya lebih murah dan susah jualnya. Kalau botol gampang ngejualnya,” tutur Rizal.

Seiring perjalanan waktu, Rizal mengatakan, hasil dari pekerjaannya sebagai pemulung ini kian menjanjikan. Dia bahkan bisa mengantongi uang sebesar Rp 1,4 juta hingga Rp 1,7 juta per minggu.

Dari hasil mulung, Rizal bahkan bisa membeli sebuah rumah di perumahan yang ada di Bekasi dan juga memiliki 4 motor.  Bahkan pada tahun 2017, dia bisa membeli satu kavling lagi di sebelah rumahnya.

Bahkan dia mengutarakan telah mengadopsi dua anak jalanan untuk disekolahkan.  Seorang anak laki-laki yang dia adobsi kini sudah lulus Sarjana dan sudah bekerja menjadi seorang guru. Tidak tanggung-tanggung, Rizal bisa mengelurkan biaya sebesar Rp 68 juta per tahun untuk menyekolahkan anak adopsinya ini saat kuliah.  Sementara, anak kedua yang diadopsinya seorang wanita yang kini sedang sekolah di Jepang dari bantuan ASTRA.  

Rizal sendiri memiliki sorang anak kandung yang kini masih duduk di kelas IV SD.  Kini Rizal juga sudah memiliki tiga warung grosir yang dikelola istrinya. “Memang tempatnya masih nyewa. Tapi saya sudah panjar untuk membeli sebuah toko untuk warung grosir supaya tidak nyewa-nyewa lagi,” ucapnya.

“Yang jelas saya bangga jadi pemulung, bisa sekolahi anak sendiri sampai adopsi anak dan bisa membiayai mereka kuliah,” kata Rizal.

  

 

KEYWORD :

Kisah Rizal Pemulung Bekasi Inspirasi Kehidupan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :