Kamis, 25/04/2024 02:21 WIB

Ketahanan Pangan Nasional Perlu Dukungan Keputusan Politik yang Kuat

Perwujudan ketahanan pangan nasional membutuhkan keputusan politik yang kuat dari pemerintah

Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Indopos.co.id dengan tema

Jakarta, Jurnas.com - Perwujudan ketahanan pangan nasional membutuhkan keputusan politik yang kuat dari pemerintah. Sebab, berbagai masalah yang muncul sebagai kendala mewujudkan ketahanan pangan hanya bisa diselesaikan dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah pusat. 

Hal itu diungkapkan Anggota DPR RI Herman Khaeron saat menjadi salah satu pembicara dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Indopos.co.id dengan tema "Tantangan dan Peluang Pangan Dalam Negeri", Senin (21/10) di Swisbel Hotel, Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Menurutnya, berkurangnya luas lahan pertanian menjadi masalah krusial. Sementara, mencari lahan baru yang cocok untuk pertanian, seperti sawah, tidak mudah. Karena itu, harus ada keputusan politik yang kuat. Lahan pertanian tidak boleh diubah. Supaya lahan pertanian yang ada saat ini, tidak terus menyusut.

“Jadi, butuh keputusan politik yang kuat, untuk melindungi lahan pertanian, sehingga pertanian nasional tetap terjaga. Apalagi tiap tahun lahan kita terus mengerus lantaran banyaknya factor, salah satunya banyaknya pembangunan insfrastruktur,” kata Herman.

Selain itu, lanjut Herman, berbicara masalah pangan tidak boleh hanya bertitik pada padi saja, padahal banyak jenis pangan lainnya yang bisa ditingkatkan seperti jagung. Oleh karena itu, menurutnya perlu upaya diversifikasi pangan.

"Bicara pangan, maka kita langsung berpikir produksi beras, diversifikasi pangan juga perlu dilakukan. Selain beras, juga ada sagu dan jagung. Serta memaksimalkan potensi perikanan. Di mana luas lautan Indonesia, dua pertiga dari daratan,” tuturnya.

Dalam FGD itu juga menghadirkan pembicara lainnya. Seperti Kepala Bidang Ketersediaan Pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Rachmi Widiriani. Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB, Hermanto Siregar dan Pengamat Pertanian Khudori.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Ketersediaan Pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Rachmi Widiriani mengatakan, sejak 2012, ketahanan pangan dan gizi merupakan yang terus disosialisasikan kepada masyarakat, karena keduanya merupakan sebuah paket yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.

"Ada dua hal yang penting terkait ketahanan pangan dan gizi. Pertama kecukupan pangan tidak hanya cukup jumlahnya. Tapi juga bagaimana pangan mensupor untuk kesehatan. Dan yang kedua. Bagaimana kelanjutan pangan itu diproduksi," ujarnya.

Lebih lanjut Rachmi mengatakan, pihaknya akan terus menyuarakan ketahanan pangan dan gizi. Selain itu, efektifitas ketahanan pangan, dan sanitasi serta pencegahan infeksi juga turut menjadi perhatian serius.

Rachmi menggambarkan kekuatan ketahanan pangan dan gizi nasional yakni pada 2015-2018 ada 177 kabupaten/kota yang meningkat status ketahanan pangannya.

“Global food security indeks kita juga naik, dari 74 ke 65. Selain itu, rata-rata pertumbuhan pangan strategis, terdapat peningkatan. Seperti produksi padi, jagung, cabe, dan sebagainya. Dari sisi ketersediaan energi, juga mengalami peningkatan. Kami sudah menghitung itu," pungkasnya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB, Hermanto Siregar mengatakan bicara lahan pertanian dan sumber komoditi pangan, masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Misal GDP pertanian  masih berkontribusi PDB 13 persen, mayoritas dari berbagai komoditi dari Jawa.

"Apa yang terjadi kalau pulau Jawa rusak ekosistemnya. Padi lebih dari separuh dari Jawa," ujarnya.

Menurut Hermanto, ancaman konversi lahan selain infrastruktrur, perumahan industri juga fragmentasi lahan. Karena itu, dia sepakat perlunya perlindungan lahan pertanian. Serta dilakukan diversifikasi pangan.

"Misal seseorang dapat warisan tanah pertanian 5 hektar pertanian, itu akan terus menyusut lahannya, dibagi ahli waris dan seterusnya," katanya.

Senada dengan Hermanto, Pengamat Pertanian, Khudori mengatakan, kebijakan stabilisasi harga pangan harus ada.

"Sekarang apa yang dilakukan, satu-satunya beras. Instrumen stabilisasi pasar, yang masih ada operasi pasar. Hampir semua mekanisme pangan di luar beras diserahkan ke pasar," ujar Khudori.

Walaupun kata dia, ada aturan dari Kemendag, ada 9 produk komoditas. "Namun itu realitas di lapangan diserahkan ke pasar," jelasnya.

Lebih lanjut Khudori mengatakan, pemerintah harus cerdas, komoditas mana yang menjadi prioritas. Pertama yah beras. Setelah itu, baru komoditas lainnya. Dia juga mengusulkan ada juga subsidi output.

"Perlu dilakukan juga peningkatan produksi. Memanfaatkan inovasi dan teknologi. Meningkatkan produksi, harus perhatikannya juga pelaku. NTP (Nilai Tukar Petani) bergerak disitu-situ aja. Petani harus sejahtera," pungkasnya.

KEYWORD :

Ketahanan Pangan Nasional Keputusan Politik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :