Kamis, 25/04/2024 09:06 WIB

Mengintip Potensi Jamur Tiram di Jatiroke

Bagaimana tidak, di samping tidak membutuhkan perawatan yang terlalu kompleks, sayuran lezat ini juga bisa dipanen setiap hari lho.

Jamur Tiram (Foto: Muti/Jurnas)

Bandung, Jurnas.com – Selain enak dimakan, jamur tiram rupanya menggiurkan sebagai ladang bisnis. Bagaimana tidak, di samping tidak membutuhkan perawatan yang terlalu kompleks, sayuran lezat ini juga bisa dipanen setiap hari lho.

Trisno (35), petani jamur tiram asal Desa Jatiroke, Jatinagor, Sumedang, Jawa Barat mengungkapkan, dalam sehari dia mampu memanen sekitar 10 kilogram jamur tiram putih. Omsetnya, jika dirata-ratakan mencapai Rp3.000.000-3.500.000 per bulan.

Kepada Jurnas.com, Trisno menceritakan bahwa membudidayakan jamur tidaklah terlalu sulit. Di fase pembibitan, bahan baku yang terdiri dari serbuk kayu, kapur, dan serbuk padi, dicampur menjadi satu untuk dijadikan sebuah baglog, atau media siap panen.

“Setelah jadi baglog kita lakukan sterilisasi, dengan cara dikukus atau di-steam namanya. Selesai disterilisasi, baglog disimpan di ruangan yang agak panas,” terang Trisno di sela-sela kunjungan mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) yang sedang menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Kewirausahaan.

Pasca penyimpanan, baglog siap diletakkan di atas rak-rak yang lokasinya berlainan dengan ruang penyimpanan. Di ruangan tempat rak-rak ini, suhunya lebih dingin dan lebih lembab. Suhu yang cocok bagi jamur untuk berkembang biak hingga bisa dipanen.

Trisno mengakui, mulai dari pembibitan hingga jamur siap dipanen membutuhkan waktu hingga satu bulan. Dan satu baglog biasanya efektif dipanen hingga dua bulan lamanya.

“Efektifnya dua bulan, tapi ada juga yang tiga bulan masih tetap efektif. Itu dengan catatan masih ada tempat (untuk baglog),” tutur dia.

Adapun untuk penjualan, pelanggan Trisno biasanya datang dari masyarakat setempat maupun pedagang sayur keliling. Kepada masyarakat, jamur tiram dijual dengan harga Rp15.000 per kilogram. Sedangkan kepada pedagang sayur dijual Rp11.000 per kilogram.

“Lumayan satu bulan bisa Rp3 jutaan. Itu nanti dikurangi untuk pembelian bahan, yang biasanya tidak lebih dari Rp1 juta,” ujar Trisno.

Untuk mengembangkan usahanya, Trisno hingga saat ini masih terkendala lahan. Selain itu, dia juga mengakui peralatan untuk mengolah bahan baku terbatas.

Sementara ketua kelompok mahasiswi KKN Unpad yang bertugas di Desa Jatiroke, Adela, berencana membantu Trisno mengembangkan budidaya jamurnya, dengan cara mengolah jamur tiram tersebut menjadi sejumlah produk, salah satunya keripik jamur.

Dengan begitu, usaha bisnis Trisno bisa berkembang ke segmen jamur siap konsumsi, dan diyakini dapat menarik minat dari masyarakat.

“Jamur perlu kreativitas lebih lanjut dari segi pengolahan. Kemuungkinan dijadikan keripik jamur atau yang lain,” kata Adela.

KKN Tematik Kewirausahaan Unpad merupakan KKN hasil MoU antara Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan USAID Mitra Kunci pada 10 Juni lalu.

Direktur Pembelajaran Belmawa Kemristekdikti Paristiyanti Nurwardani menerangkan, KKN ini mengusung sistem kerja penta-helix, dengan melibatkan akademisi, pemerintah, industri, lembaga swadaya USAID, usaha serta masyarakat sebagai penerima manfaat langsung.

KEYWORD :

Jamur Tiram KKN Kewirausahaan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :