Sabtu, 20/04/2024 03:51 WIB

Antisipasi Risiko Gempa, Industri Baja Didorong Ber-SNI

Pasalnya, Indonesia merupakan kawasan yang berada di atas cincin api (ring of fire) yang memiliki risiko gempa tinggi.

Buruh sedang bekerja diperusahaan baja di Shanghai (Foto: Reuters)

Jakarta, Jurnas.com – Badan Standardisasi Nasional (BSN) mendorong industri baja supaya menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pasalnya, Indonesia merupakan kawasan yang berada di atas cincin api (ring of fire) yang memiliki risiko gempa tinggi.

Sehingga, menurut Deputi Bidang Akreditasi BSN Kukuh S. Achmad, diperlukan produk baja yang sesuai persyaratan SNI, guna memastikan keselamatan konsumen.

“SNI memang masih bersifat sukarela. Kementerian bisa mengadopsi SNI menjadi regulasi jika melalui analisisnya SNI tersebut benar-benar menyangkut keselamatan konsumen,” terang Kukuh kepada awak media dalam kegiatan Ngobrol Bareng Santai (Ngobras) di Kantor BSN Jakarta, pada Jumat (3/5).

Kukuh menerangkan, saat ini BSN sudah menetapkan 57 SNI terkait baja. Namun hanya 13 di antaranya berstatus wajib SNI, 24 sudah SNI secara sukarela, dan 10 lainnya belum ber-SNI.

SNI tersebut antara lain SNI 7614:2010 Baja batangan untuk keperluan umum (BjKU); SNI 2052-2017 Baja tulangan beton; SNI 07-0065-2002 Baja tulangan beton hasil canai panas ulang; SNI 07-0601-2006 Baja Lembaran, Pelat dan Gulungan Canai Panas (Bj.P); SNI 07-3567-2006 Baja lembaran dan gulungan canai dingin (Bj.D)dan SNI 07-2053-2006 Baja lembaran lapis seng (Bj.LS).

Adapun penetapan SNI baja tersebut didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pertimbangan perlindungan konsumen dari beredarnya baja yang tidak aman.

“Melalui penetapan SNI baja, diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dan perlindungan konsumen,” jelas Kukuh.

Sementara Standards & Certifications The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), Basso D. Makahanap mengatakan, gempa Lombok dan Palu menjadi gambaran bahwa sebagian besar rumah huni tidak memenuhi standar.

Dalam kasus tersebut, khususnya, Basso menilai terdapat dua kemungkinan, yakni penggunaan baja tulangan yang tidak standar, atau spesifikasi baja konstruksi yang tidak sesuai dengan daerah gempa berkekuatan tinggi.

“Kami berharap pemerintah melalui kementerian-kementerian terkait melakukan pengawasan lebih ketat terhadap produk baja non-SNI yang digunakan untuk sektor konstruksi atau pembangunan infrastruktur melalui pemerintah daerah maupun pusat, karena resikonya terlalu besar jika ada produk seperti itu yang ternyata lolos masuk ke pasar,” ujar dia.

KEYWORD :

Produk SNI Konstruksi Baja Badan Standardisasi Nasional




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :